"Ada satu fenomena, setiap langkah Pak SBY dan Demokrat selalu dikomentari negatif. Setiap langkah pemerintah selalu di-bully. Fenomena ini harus terlihat mengarah kepada hal-hal negatif untuk partai tujuannya, kepada partai," ujar Achsanul, di Kompleks Parlemen, Selasa (4/2/2014).
Hal ini, katanya, dilancarkan lawan politik untuk merusak citra Demokrat. Kompetitor Demokrat ini, sebut Achsanul, pun berusaha mengecilkan prestasi Presiden SBY dan membesar-besarkan kekurangannya. Padahal, menurut dia, selama sembilan tahun memerintah, SBY sudah menorehkan sejarah.
"Kalau Pak SBY sendiri, saya rasa legacy atau heritage yang ditinggalkan sudah jelas seperti UU Desa, UU BPJS, UU Koperasi, dan UU Pertanahan. Semuanya ini legacy pemerintahan sekarang," katanya.
Namun, Achsanul menyadari stigma sebagai partai korup masih melekat di Demokrat.
"Disebutkan bahwa Partai Demokrat yang terkorup, padahal kami peringkat ketiga. Tapi itulah konsekuensi jadi partai penguasa," ujar Achsanul.
Untuk melawan stigma itu, Achsanul mengatakan, semua calon anggota legislatif Partai Demokrat diminta lebih giat bekerja di daerah pemilihan masing-masing. Survei nasional yang selalu menyebutkan suara Demokrat kurang dari 5 persen pun dinilai tak mencerminkan kenyataan. Partai Demokrat, ucap Achsanul, berpegang pada survei per daerah pemilihan.
"Kalau kami dapat 77 kursi, tiap dapil dapat 1 kursi, maka bisa sampai 14 persen suara," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.