Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Soal 'Presidential Threshold', Coba Mega, SBY, dan Ical Bertemu"

Kompas.com - 25/01/2014, 14:03 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan, DPR periode 2009-2014 sebenarnya masih bisa membahas revisi UU Pemilihan Presiden dan menghapus ketentuan ambang batas/presidential threshold (PT). Ia menilai, PT tak memiliki argumentasi yang kuat untuk dipertahankan karena tak memperkuat sistem presidensial.

Hal ini terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pemilu serentak akan dilaksanakan pada Pemilu 2019. Namun, MK masih membuka kesempatan bagi pembuat undang-undang untuk membahas ketentuan PT. Dengan putusan tersebut, terbuka peluang untuk kembali membahas revisi Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dengan menghapus PT 25 persen suara nasional.

Selama ini, menurut Refly, pembahasan revisi UU Pilpres di DPR yang akhirnya ditolak pada tahun 2013 berlangsung alot karena kepentingan politik yang sangat besar.

"Seandainya para pemimpin partai besar ini seperti SBY, Ical, Megawati bertemu dan menunjukkan kenegarawanannya, bisa saja PT langsung dihapus pada tahun 2014 ini," ujar Refly di Jakarta, Sabtu (25/1/2014).

Jika PT dihapus, lanjutnya, pelaksanaan pemilihan presiden bisa dilaksanakan tanpa ketentuan PT. Hal ini akan membuat banyak calon presiden bermunculan, yang diprediksinya tak akan lebih dari enam pasang.

Penghapusan PT pada Pemilu 2014, kata Refly, juga merupakan jawaban atas keraguan legitimasi hasil pemilu tahun ini. Menurut Refly, mereka yang mendukung penghapusan PT adalah yang menyatakan bahwa Pemilu 2014 akan inkonstitusional jika digelar terpisah.

"Mereka yang menyatakan bahwa pemilu tahun ini tidak sah kan sebenarnya menyasar PT. Kalau mau menyudahi turbulensi politik ini, maka jawabannya adalah dengan menghilangkan PT. Saya yakin, kelompok Yusril, PPP, Gerindra tidak akan protes lagi meski pemilu dilakukan terpisah selama PT dihilangkan," ujar Refly.

PDI-P menolak

Akan tetapi, usulan Refly ini langsung dimentahkan Ketua DPP PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan. Trimedya menyatakan partainya tidak akan berubah sikap terkait PT dalam UU Pilpres.

"PDI-P tak akan berubah sikap dan akan tetap menolak," ujarnya.

Lagi pula, kata Trimedya, DPR sudah membuat keputusannya terkait revisi UU Pilpres. Revisi UU Pilpres itu akhirnya dibatalkan pada tahun 2013 setelah melewati pembahasan alot karena masing-masing partai tak mau berubah sikap. DPR pun terpaksa melakukan voting, dan suara terbanyak menyatakan pembahasan RUU Pilpres dibatalkan.

Dari segi waktu, kata Trimedya, pembahasan RUU Pilpres juga sudah tidak memungkinkan lagi. 

"Masalah kami soal persiapan. Kalau PT dihapus saat ini, juga kan sulit persiapannya. Namun, kalau ada waktu cukup, pada tahun 2019, bisa jadi. Tapi, itu akan menjadi tugas DPR periode selanjutnya," ucap Trimedya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com