Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P: SBY Cabut Perpres demi Pencitraan

Kompas.com - 30/12/2013, 21:06 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Argumentasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mencabut dua peraturan presiden tentang jaminan layanan berobat ke luar negeri bagi pejabat dan keluarganya langsung mendapat kecaman.

Alasan Presiden yang mencabut perpres karena ditentang publik dinilai telah memainkan nasib rakyat miskin. Demikian disampaikan anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Dyah Pitaloka dalam siaran pers yang diterima, Senin (30/12/2013).

"Sungguh argumen yang tidak memperlihatkan kepemimpinan. Ceroboh, berkesan mainkan rakyat. Pak SBY, sistem Jaminan Sosial Nasional bukanlah panggung pencitraan. Ini soal nyawa rakyat!" tukas Rieke.

Menurut Rieke, seharusnya Presiden tidak menandatangani Perpres Nomor 105 dan Nomor 106 tahun 2013 karena bertentangan dengan undang-undang dan perpres terdahulu.

Dia menjelaskan, tidak ada satu pun pasal dalam undang-undang SJSN dan undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang mengamanatkan tentang perintah untuk pejabat dan keluarganya berobat ke luar negeri dengan dana ditanggung APBN.

Keberadaan perpres itu juga diangap bertentangan dengan perpres sebelumnya. Di dalam Pasal 25 huruf d Perpres Nomor 12 tahun 2013 disebutkan tentang pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi pelayanan kesehatan di luar negeri.

"Karena itu adalah sebuah kebohongan publik dengan berkedok jalankan UU SJSN dan BPJS maka SBY mengeluarkan dua perpres. Perpres baru ditandatangani, terus dicabut. Untung ketahuan publik," ucap aktris yang kini beralih menjadi politisi itu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghapuskan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Paripurna kepada Menteri dan Pejabat Tertentu, dan Perpres Nomor 106 Tahun 2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pimpinan Lembaga Negara.

Dua perpres ini memudahkan para menteri, pejabat eselon I, dan pimpinan lembaga negara untuk berobat ke luar negeri. Seluruh biaya itu nantinya akan ditanggung oleh negara.

"Kami dengar kuatnya persepsi, seolah ini diistimewakan dan dianggap kurang adil meskipun konsepnya tetap konsep asuransi. Maka saya putuskan kedua perpres itu saya cabut dan tidak berlaku," kata Presiden seusai memimpin rapat kabinet terbatas di Istana Bogor, Jakarta, Senin (30/12/2013).

Menurut Presiden, setelah dikaji kembali perpres tersebut tidak diperlukan lagi karena aturan mengenai asuransi kesehatan untuk para pejabat sudah masuk dalam undang-undang mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Kami berpendapat karena kita sudah punya sistem BPJS dan SJSN, semua diintegrasikan, tidak perlu dilakukan pengaturan yang khusus," sambungnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com