Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidayat Nur Wahid: Dizalimi, PKS Makin Solid

Kompas.com - 10/12/2013, 09:14 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Vonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar yang dijatuhkan kepada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dinilai tidak adil.

Ketua DPP PKS Hidayat Nur Wahid menyatakan, keputusan vonis tersebut adalah penzaliman yang akan semakin menguatkan partainya.

"Ini akan semakin membuat PKS solid karena merasa dizalimi bukan demi hukum, melainkan karena hukum ditampilkan tanpa mempertimbangkan banyak fakta hukum yang ada," ujar Hidayat saat dihubungi, Selasa (10/12/2013).

Menurut Hidayat, kader PKS yang sebelumnya mengidolai Luthfi Hasan juga akan merasa perlakuan yang tidak adil. Hal ini, lanjutnya, akan menimbulkan militansi semangat juang yang gigih dari para kader.

"Kami akan buktikan bahwa PKS memang tidak terlibat, dan pihak-pihak yang terlibat korupsi telah diperlakukan tidak adil," ucapnya.

16 tahun
Luthfi Hasan Ishaaq tetap dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelahnya.

Dia dianggap melanggar Pasal 3 Ayat 1 huruf a,b,c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, Pasal 6 Ayat 1 huruf b dan c UU Nomor 25/2003 tentang TPPU.

Kemudian, ia pun dianggap melanggar Pasal 3 dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Luthfi divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun penjara.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan, Luthfi terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman melalui Ahmad Fathanah dan terbukti melakukan pencucian uang.

Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Untuk tindak pidana korupsi, Luthfi dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Atas putusan ini, Luthfi langsung memutuskan untuk banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com