Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Jelang Pemilu 2014, Rawan Kejahatan Perbankan

Kompas.com - 05/12/2013, 19:39 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengungkapkan bahwa kejahatan di bidang perbankan dan keuangan rawan terjadi menjelang pemilihan umum. Kejahatan tersebut, menurut Abraham, rawan dilakukan pihak-pihak berkuasa untuk kepentingan pemilu.

“Kejahatan-kejahatan di bidang perbankan dan di bidang keuangan itu kalau kita lihat siklusnya sekarang terjadi ketika dekat-dekat pemilu. Maka itu kita memberikan warning (peringatan), agar supaya tidak terjadi lagi kejahatan di bidang perbankan dan keuangan,” kata Abraham di Jakarta, Kamis (5/12/2013).

Abraham juga mengatakan, korupsi di bidang perbankan dan keuangan ini tergolong kejahatan yang canggih dan sulit terdeteksi.

“Hanya bisa dilakukan oleh kekuasaan, kejahatan-kejahatan itu sifatnya white collar crime (kejahatan kerah putih),” tambahnya.

Menurutnya, sistem perbankan di Indonesia masih rentan terserang korupsi. Banyak bank kecil yang mengalami kesulitan pendanaan kemudian permasalahan dana bank-bank kecil itu diambil alih pemerintah. Campur tangan pemerintah inilah yang dianggap Abraham rawan disalahgunakan.

“Pemerintahlah yang akan melakukan atau berkewajiban untuk menyelamatkan sektor perbankan, ya di situlah rawannya. Kalau Pemerintah sudah turun tangan untuk menyelamatkan itu, di situ sesuatu yang amat rawan, makanya kita harus perhatikan,” tuturnya.

Abraham lantas mencontohkan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) ke Bank Century dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Selain kasus Century, Abraham menyebut kasus megakorupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia mengatakan, KPK akan mencegah agar kasus perbankan seperti Century dan BLBI tidak terulang lagi. Pencegahan dilakukan KPK melalui pemantauan, kajian pencegahan, maupun kajian bidang penindakan, serta kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kalau ini telanjur terjadi, kemudian kita melakukan penindakan, uangnya nanti akhirnya bisa kita selamatkan, tidak bisa signifikan lagi, atau sesuai dengan kerugian negara yang sudah telanjur keluar, misalnya Century Rp 6,7 triliun, kan kita sekarang melakukan penindakan, tapi nanti tidak akan kembali uang sebesar itu,” kata Abraham.

Saat ditanya apakah artinya uang korupsi Century yang bergulir sejak 2008 itu juga digunakan untuk biaya kampanye Pemilihan Umum 2009, Abraham enggan menyimpulkan demikian.

“Saya pikir yang itu kamu jawab sendiri karena kita jawab itu di depan persidangan, kan sebentar lagi kan drama itu akan terjawab di persidangan,” ucapnya.

Kasus dugaan korupsi pemberian FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik masih dalam proses penyidikan di KPK dengan tersangka mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com