JAKARTA, KOMPAS.com — 
Setiap instansi, terutama bagi para pemimpin yang setingkat kepala dinas ataupun suku dinas, harus mampu bertindak tegas kepada pelanggar aturan tata ruang. Mereka juga diminta berkontribusi aktif dalam upaya pencegahan dan pengawasan di lapangan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Rabu (27/11), mengatakan, pelanggaran tata ruang menjadi penyebab utama terjadinya banjir di Jakarta. Namun, untuk mengembalikan tata ruang sesuai perencanaan yang telah dibuat, bukan pekerjaan mudah dan butuh waktu lama, terutama memindahkan orang-orang yang menghuni lahan yang bukan peruntukannya.

”Selama ini penegakan hukum kita lemah sehingga warga menjadi tidak takut melanggar hukum. Makanya semua instansi sekarang harus tegas,” ujarnya.

Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Gamal Sinurat, Rabu, mengatakan, perencanaan tata ruang di Jakarta sudah dilakukan sebaik-baiknya. Hanya, realitas di lapangan masih semrawut.

”Misalnya, berdasarkan perencanaan, lebar sungai dan sempadan mencapai 70 meter, tetapi di lapangan hanya 10 meter,” ujarnya.

Namun, Gamal menegaskan, penindakan pelanggaran tata ruang tidak ada dalam kewenangan Dinas Tata Ruang. Apabila ada bangunan yang melanggar peruntukan dan penggunaan, ada unit kerja lain yang bertugas menertibkan, yaitu Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan.

”Perencanaan sudah ada, tetapi apakah ruang dimanfaatkan sesuai perencanaan atau tidak, itu yang menjadi masalah,” kata Gamal.

Baru setengah

Kepala Perencanaan Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat Santo mengatakan, genangan yang terjadi di permukiman dan jalan raya disebabkan bertimbunnya endapan dan sampah di saluran penghubung dan kali.

”Dari 300 saluran penghubung di Jakarta Barat, baru setengahnya yang sudah dikeruk. Oleh karena itu, kapasitas ke-300 saluran belum maksimal,” ucapnya.

Saluran penghubung yang sudah dikeruk, lanjutnya, adalah saluran penghubung di Jati Pulo, kolong jembatan Tol Tomang, Palmerah, saluran penghubung Bojong, Rawabuaya, dan saluran penghubung di kawasan Metro, Kapuk, Cengkareng.

Saat ini, lanjutnya, pengerukan saluran penghubung dan kali di Jakarta Barat difokuskan di sekitar persimpangan Jalan Daan Mogot. Khusus kawasan di bantaran Kali Pesanggrahan, saat ini tercatat masih ada tiga lokasi yang menjadi langganan banjir, yaitu RW 005 Kedoya Selatan, Kebon Jeruk; Pos Pengumben; kawasan Joglo di perbatasan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, seperti di Jalan Swadarma Raya, Ulujami, dan kawasan Petukangan Selatan; serta Bintaro.

Genjot normalisasi

Normalisasi 43 saluran air di Jakarta Pusat terus dikebut. Langkah pertama normalisasi adalah membongkar bangunan yang berada di atas saluran air. Pada Rabu dilakukan pembongkaran 63 bangunan di RW 004, Kelurahan Kampung Rawa, Kecamatan Johar Baru.

Bangunan berupa rumah, warung makan, toilet umum, dan pabrik pembuatan tempe berada di atas saluran air yang terhubung ke Kali Sentiong. Wakil Camat Johar Baru Martua Sitorus mengatakan, sebagian bangunan yang dibongkar juga berdiri di atas jalan inspeksi di samping saluran air.

”Akibat bangunan ini, saluran air menjadi dangkal sehingga wilayah itu selalu tergenang ketika hujan deras,” katanya.

Pemerintah Kabupaten Tangerang mendesak pemerintah pusat segera melakukan normalisasi empat sungai yang membelah kabupaten tersebut, yaitu Sungai Cimanceri, Cidurian, Cisadane, dan Cirarab, yang saat ini sudah mengalami pendangkalan akibat lumpur dan sampah.

Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, Rabu siang, mengatakan, normalisasi mendesak dilakukan. Sebab, jika hujan besar, air sungai akan meluap dan dalam waktu singkat menyebabkan banjir di wilayah sekitarnya.

”Normalisasi sudah dilakukan di Sungai Cisadane, tetapi hanya menyentuh Kota Tangerang. Sementara bagian hilir, yakni Kabupaten Tangerang, belum dinormalisasi,” ujar Zaki. (PIN/ZAK/FRO/WIN/HRS/NEL)