"Dari sudut pandang studi kami, tidak akan berubah. Sama saja," katanya di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Senin (25/11/2013).
Haris mengatakan tidak adanya perubahan tersebut disebabkan adanya masalah mendasar dalam skema pemilu, baik pemilu legislatif maupun eksekutif. Skema pemilu saat ini, katanya, tidak menjanjikan munculnya presiden dan wakil rakyat yang kapabel dan akuntabel.
Di tingkat legislatif, Haris mengatakan meskipun pemilu legislatif menghasilkan wakil rakyat yang representatif, namun tidak menghasilkan wakil rakyat yang akuntabel. Ia mengatakan hal itu disebabkan banyaknya masalah dalam skema pemilu legislatif, seperti daerah pemilihan (dapil), jumlah wakil di setiap dapil, dan sebagainya.
Sementara itu, di tingkat eksekutif, ia juga menyoroti sistem seleksi pemilihan calon presiden dalam internal partai politik. UU Pilpres, kata Haris, juga tidak mewadahi sistem seleksi calon presiden dalam internal partai politik yang demokratis. Menurutnya, setiap partai politik sehausnya mengadakan pemilu pendahuluan (prelimenery election) sebelum menentukan calon presiden.
"Jangan tiba-tiba semua ketua umum seolah-olah punya hak istimewa menjadi calon presiden," ujarnya.
Persoalan skema pemilu itu, Haris menyatakan, berpengaruh pada pola hubungan antara presiden dan DPR. Skema pemilu saat ini juga tidak mendukung sistem presidensial yang efektif. Buktinya, katanya, presiden seringkali terpenjara oleh DPR dalam menentukan kebijakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.