“Kan mereka (saksi) sudah menjawab semua, bahwa sebelum Andi menjadi menteri sudah mulai ijon,” kata Harry di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (17/11/2013) saat mendampingi kliennya diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana Hambalang.
Harry mengatakan, Andi baru mengetahui belakangan bahwa ternyata sudah ada komitmen uang yang dibagikan kepada sejumlah pihak untuk memuluskan PT Adhi Karya memenangkan tender proyek Hambalang.
“Kalau ijonnya dia enggak tahu, baru belakangan dia tahu bahwa ternyata sudah ada bentuk-bentuk komitmen bahwa itu dibahas di DPR, yah dia sebagai menteri harus menyampaikan program itu. Bahwa ada pengaturan di belakang, itu yang enggak dia tahu,” ujarnya.
Pertanyaan penyidik
Selama pemeriksaan hari ini, menurut Harry, kliennya diajukan pertanyaan oleh penyidik KPK seputar proses pengajuan kontrak tahun jamak (multiyears) untuk pengadaan proyek Hambalang.
Harry mengatakan, sebenarnya tidak ada yang salah jika sebuah proyek diselesaikan secara tahun jamak. Hanya saja, lanjutnya, dalam proses pengajuan kontrak tahun jamak ini KPK menduga adanya pelanggaran.
“Tapi ternyata kita temui bahwa dalam pengajuan multiyears itu ada pelanggaran, itu permasalahannya. Proyek Hambalang sendiri secara ide, secara prinsip, kan tidak ada yang salah. Yang salah prosesnya. Bahwa untuk mencapai ke situ rupanya sudah ada ijon duluan, agar menang dan segala macam,” tuturnya.
Terkait proses pengajuan kontrak multiyears ini, lagi-lagi Harry mengatakan bahwa kliennya tidak terlibat. Dia mengatakan kalau Andi hanya dilapori oleh bawahannya terkait pengajuan kontrak multiyears dengan anggaran Rp 1,25 triliun tersebut.
“Soal multiyears dia cuma dilaporin bahwa karena ini pembangunan boleh lebih dari satu tahun, yah sebaiknya diajukan dalam bentuk lebih satu tahun. Oh ya aturannya memang begitu, ya sudah,” ujar Harry.
Tersangka
KPK menetapkan Andi sebagai tersangka atas dugaan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara. Perbuatan itu diduga dilakukan Andi bersama-sama dengan anak buahnya, Deddy Kusdinar, dan mantan petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor.
Dalam surat dakwaan Deddy yang dibacakan tim jaksa KPK dalam persidangan beberapa waktu lalu, Andi disebut menerima uang Rp 4 miliar dan 550.000 dollar AS. Rinciannya, 550.000 dollar AS dari Deddy diserahkan melalui adik Andi yaitu Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng.
Kemudian Rp 2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (GDM) melalui Choel, Rp 1,5 miliar dari PT GDM melalui Choel, dan Rp 500 juta dari PT GDM melalui Choel.
Sebagian dari uang tersebut disebut digunakan Andi untuk dirinya yang maju sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat pada kongres tahun 2010.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.