Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/11/2013, 16:05 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden terpilih pada Pemilu 2014 diharapkan adalah sosok yang pluralistis. Kondisi indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku, etnis, dan agama mewajibkan hal tersebut. Hal ini disampaikan Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens seusai merilis hasil survei "Siapa figur pemimpin paling pluralis (pluralistis)?" di Jakarta, Kamis (10/11/2013).

Boni mengatakan, kondisi Indonesia saat ini masih berada dalam posisi yang kurang kondusif jika berhadapan dengan masalah toleransi dan pluralisme. Konflik horizontal, lanjutnya, masih sering terjadi antarmasyarakat.

"Padahal harusnya bangsa ini hadir untuk menjaga NKRI yang semuanya satu golongan," ujar Boni.

Kondisi tersebut, menurutnya, diperparah dengan kondisi politik yang juga penuh intoleransi. Banyak tokoh politik, menurutnya, saling menjatuhkan dengan menggunakan senjata suku dan agama. Tokoh politik juga dinilainya tidak dapat memberi contoh yang baik kepada masyarakat.

"Faktanya politik kita masih berupa politik yang rasialis. Menteri dalam negeri ingin menjatuhkan Lurah Susan dan bekerja sama dengan FPI, itu mungkin bagi sebagian orang normal, tapi sebenarnya itu sangat tidak mencemarkan pluralisme," ujar dia.

Belum lagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai pro terhadap kaum-kaum intoleran selama dua tahun kepemimpinannya. Kelompok-kelompok radikal seperti yang mengatasnamakan agama seperti Front Pembela Islam (FPI) bebas tanpa kawalan melakukan aksi-aksinya.

"Jadi sebenarnya masyarakat kita ini bukan fanatik. Bukan kontra demokrasi. Yang jadi permasalahan mereka yang memakai simbol agama untuk melakukan perbuatan intoleran. Tapi mereka tidak mendominasi, jadi kita masih punya harapan," kata Boni.

Hal serupa disampaikan pembicara lainnya, Ketua Komite Politik dan Hubungan International GMNI Wilhelmus Wempy. Menurutnya, semakin lama bangsa ini semakin menjadi bangsa yang tidak pluralistis. Jika tetap ingin berkomitmen untuk kemajemukan bangsa ini, lanjut Wempy, prasyarat pluralisme dan kemajemukan ini harus diutamakan.

"Kita butuh seorang pemimpin yg berada dalam alur pluralisme kemajukan. Sehingga, pemimpin kita bisa membela mereka yang tertindas dalam kelompok kecil dan tidak dominan," ujar dia.

Dalam hasil surveinya, Gubernur DKI Jakarta Jokowi Widodo dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menjadi tokoh paling pluralistis. Sementara Gamawan Fauzi dan Dino Patti Djalal menjadi tokoh yang paling tidak pluralistis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com