Ruhut menjelaskan, dia tak terlibat dalam praktik tersebut, baik sebagai penerima maupun pihak yang memberikan uang. Akan tetapi, ia mengaku melihat dan mendapat informasi dari beberapa peserta kongres yang mengeluh karena jatah uang yang diterimanya berbeda-beda.
"Aku enggak dilibatkan, aku tahu, aku dengar, aku lihat mereka bagi-bagi duit, yang dikasih duit cerita sama aku. Ada juga yang komplain 'kenapa kok kami enggak kebagian?' Aku bilang, kalau soal uang, jangan tanya aku," kata Ruhut, saat dihubungi, Jumat (8/11/2013).
Sepengetahuannya, jumlah uang yang dibagi ke peserta kongres mencapai 3.000 dollar AS per orang. Namun menurut Ruhut, ada juga yang menerima dalam jumlah lebih kecil karena dikurangi oleh orang yang ditugasi Anas untuk membagikan uang tersebut dalam rangka pemenangan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Istilahnya kayak bau, kecium tapi enggak kelihatan. Loyalis Anas enggak usah berkoar-koar, persidangan itu untuk pembuktian. Kasus korupsi Anas ini kayak film Rambo ada seri 1, seri 2. Kita bersabar, tapi cepat atau lambat pasti ditahan," tandasnya.
Secara terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana juga menyampaikan pernyataan serupa. Ia mengakui bahwa ada praktik bagi-bagi uang dalam kongres tersebut. Selain itu, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin, juga membagikan 300 Blackberry (BB) untuk akses komunikasi khusus pendukung Anas agar menjadi ketua umum.
Ketua Komisi VII DPR ini menegaskan, saat itu dia sempat melarang Nazarudin melakukan praktik kotor untuk memenangkan Anas dalam kongres. Ia khawatir praktik yang dilakukan Nazarudin akan merusak kesakralan kongres tersebut.
"Saya dikasih BB, saya tanya untuk apa? 'Ini untuk komunikasi di antara kita.' Saya bilang, 'BB mahal-mahal kau beli ratusan; habis pakai, dibuang.' Tapi saya enggak pakai BB itu, saya enggak berpikir main uang, dan Nazarudin saya marahin," ujarnya.
Sebelumnya, nama Anas disebut dalam dakwaan Deddy Kusdinar. Anas disebut mendapat dana sebesar Rp 2,21 miliar dari proyek Hambalang. Uang itu digunakan untuk pencalonan Anas sebagai calon ketua umum dalam kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.
"Untuk memenangkan lelang pekerjaan fisik proyek Hambalang, PT Adhi Karya telah memberikan uang sebesar Rp 14,601 miliar, yang sebagian berasal dari PT Wika sebesar Rp 6,925 miliar, kepada Anas Urbaningrum sebesar Rp 2,21 miliar," kata Jaksa Jaya saat membacakan dakwaan.
Menurut jaksa, uang itu digunakan antara lain untuk membayar hotel, sewa mobil para pendukung Anas, membeli BlackBerry, jamuan para tamu, dan hiburan. Uang untuk Anas, dalam dakwaan, diserahkan secara bertahap oleh Teuku Bagus melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol (Direktur Operasi PT Adhi Karya), dan Ketut Darmawan (Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan) atas permintaan Muchayat.
Berdasarkan pemaparan jaksa, uang kali pertama diserahkan pada 19 April 2010 sebesar Rp 500 juta, kemudian 19 Mei 2010 sebesar Rp 500 juta, dan1 Juni 2010 sebesar Rp 500 juta. Selanjutnya, pada 18 Juni 2010 sebesar Rp 500 juta, dan terakhir 6 Desember 2010 sebesar Rp 10 juta. Jaksa tak menjelaskan kapan pemberian dana sebesar Rp 200 juta dilakukan.
Seperti diberitakan, KPK menetapkan Deddy sebagai tersangka atas dugaan melakukan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama sehingga menimbulkan kerugian negara dalam proyek Hambalang. Deddy disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Deddy tersangka pertama kasus Hambalang yang disidangkan.
Dalam kasus itu, KPK juga menjerat mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng; serta Teuku Bagus dengan tuduhan yang sama. Adapun Anas dijerat dengan sangkaan menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. Anas sudah membantah tuduhan KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.