Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/10/2013, 18:34 WIB
Tri Agung Kristanto

Penulis


KOMPAS.com -
Bunda Putri, yang diyakini sebagai Non Saputri, teman dekat seorang pejabat Kementerian Pertanian, kian mencuat namanya setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar jumpa pers terkait nama itu, pekan lalu.

Presiden pasti benar 2.000 persen bahwa Bunda Putri tidak terlibat dan mengetahui rencana penyusunan atau perubahan kabinet seperti yang diungkapkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq. Luthfi menyebut nama Bunda Putri sebagai orang dekat Presiden saat diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam kasus korupsi impor dagang sapi.

Keyakinan Luthfi, yang percaya Bunda Putri merupakan orang dekat Istana, untuk merujuk kepada Presiden, tak salah. Namun, Presiden juga benar 1.000 persen menyatakan tak mengenal Bunda Putri. Apalagi, sampai saat ini tak ada ”bukti sosial” yang memperlihatkan kedekatan Bunda Putri dengan Presiden.

Memang sejumlah foto Bunda Putri bersama dengan pejabat dan orang dekat Istana sudah beredar di media sosial. Dan, bukan hal yang aneh jika sebagian dari mereka yang berfoto itu kini menyangkal kenal dengan Bunda Putri. Bukan hal yang aneh juga jika kini Bunda Putri tak muncul ke publik karena tak ada lagi orang yang menyatakan diri secara terbuka sebagai orang dekatnya.

Bunda Putri sesungguhnya bukanlah tokoh dalam pusaran politik nasional. Ia bukan siapa-siapa. Ia tak lebih dari orang yang berani dan percaya diri untuk turut mengatur lalu lintas perpolitikan nasional yang tengah kacau.

Ia ada saat mereka yang seharusnya mengendalikan percaturan politik justru tak tampil. Modal informasi dan pengetahuan yang berasal dari berbagai sumber dan kedekatan dengan figur yang dianggap punya pengaruh dalam dunia politik dan ekonomi, yang diekspos secara masif, cukup untuk meyakinkan pelaku politik praktis di negeri ini.

Bunda Putri dan sejumlah orang lain memiliki peranan yang sama, tak jauh berbeda dengan kisah ”Pak Ogah” atau ”polisi cepek” yang muncul mengatur saat lalu lintas di jalanan kacau. Saat polisi yang seharusnya berperan untuk mengatasi kekacauan di jalan itu justru menghilang atau ikut terjebak kekacauan.

Memang terkadang keberadaan ”Pak Ogah” terasa mengganggu. Namun, ia juga membantu sehingga pengguna jalan sukarela memberinya uang. Dahulu cepek (Rp 100), tetapi kini tak kurang dari Rp 1.000.

Jika lalu lintas kian kacau, ”Pak Ogah” bisa menghilang kapan pun. Tinggal pengguna jalan yang kian gaduh. Satu lagi, mereka yang berani menjadi pengatur lalu lintas ”tak resmi” ini kalau ditanyai pasti merasa punya kedekatan dengan aparat dan tokoh masyarakat setempat.

Bunda Putri dan orang lain yang berperan mirip, yang jumlahnya tak sedikit di negeri ini, bisa tampil karena lalu lintas perpolitikan nasional terasa kacau. Mereka yang berwenang justru menghilang atau tak percaya diri untuk tampil mengatur. Bunda Putri ada karena pengguna lalu lintas perpolitikan nasional merasa terbantu dan nyaman.

Jika lalu lintas kian kacau, siapa yang kenal dengan ”Pak Ogah”? Tinggal pengguna jalan saling menyalahkan dan tak mau mengalah serta aparat yang berwenang diam atau saling menyalahkan.

tri.agung@kompas.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com