Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JAP: Pelaporan Dahlan Iskan Tak Politis

Kompas.com - 08/10/2013, 16:29 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Jaringan Advokat Publik (JAP) Rahmat Harahap membantah ada unsur politis di balik pelaporan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Selasa (8/10/2013). Menurutnya, hal ini murni terkait kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukannya ketika menjadi Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Tidak ada unsur politis. Saya juga bukan orang Partai Demokrat," tegas Rahmat menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Selasa (8/10/2013).

Seperti diketahui, Dahlan Iskan merupakan salah satu peserta Konvensi Capres Partai Demokrat. JAP melaporkan Dahlan terkait kasus dugaan korupsi inefisiensi penggunaan BBM untuk sejumlah pembangkit listrik di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sepanjang tahun 2009-2010.

Berdasarkan laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 30/Auditama VII/PDTT/09/2011 tanggal 16 September 2011 tentang laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu Sektor Hulu Listrik pada PT PLN, negara mengalami kerugian sebesar Rp 36,7 triliun.

"Kita juga sengaja melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri karena saat ini sudah banyak kasus besar yang sedang ditangani KPK," ujarnya.

Sekadar catatan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengaudit PLN pada tahun 2009 dan baru selesai pada September 2011 ini. Hasil audit itu ialah PLN diduga melakukan inefisiensi penggunaan BBM untuk pembangkit listrik dan mengakibatkan kerugian negara Rp 37,6 triliun.

Mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan menyebut bahwa inefisiensi biaya tersebut disebabkan PLN terpaksa memakai BBM untuk pembangkit listrik karena pasokan gas untuk pembangkit habis. Jika tidak menggunakan BBM, maka pilihan lain adalah mematikan listrik Jakarta selama setahun penuh. Atas penggunaan BBM tersebut, biaya operasional PLN terpaksa membengkak hingga Rp 37,6 triliun. Bahkan, kata Dahlan, kerugiannya malah bisa menembus Rp 100 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com