Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kronologi Penangkapan Akil Mochtar

Kompas.com - 03/10/2013, 18:37 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Proses tangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (AM) berawal dari penyelidikan KPK yang dilakukan sekitar awal September 2013. Dalam proses penyelidikan tersebut, KPK menerima informasi mengenai rencana penyerahan uang kepada Akil di kediamannya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta.

Uang tersebut rencananya akan diserahkan oleh pihak-pihak yang berperkara dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

"Pada awal September 2013, KPK sudah memulai penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi kemudian dilakukan AM selaku hakim MK. Berdasarkan penyelidikan itu, diketahui informasi yang berkembang, akan terjadi penyerahan uang di kediaman AM," kata Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (3/10/2013).

Menindaklanjuti informasi tersebut, kata Abraham, tim penyelidik KPK memantau kediaman Akil pada 2 Oktober 2013 sekitar pukul 22.00 WIB. Dari pemantauan tersebut, lanjutnya, tampak Toyota Fortuner tiba di kediaman AM. Mobil ini diketahui dikemudikan oleh M, suami dari anggota DPR asal Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa.

Ketika tiba di rumah AM, kata Abraham, Chairun Nisa tampak didampingi seorang pengusaha Palangkaraya bernama Cornelis Nalau. "Selanjutnya, CN (Chairun Nisa) dan CNA (Cornelis Nalau) masuk ke ruangan AM," kata Abraham.

Tak lama kemudian, lanjutnya, tim KPK langsung masuk ke kediaman AM dan melakukan penangkapan terhadap Akil, Chairun Nisa, dan Cornelis. Bersamaan dengan penangkapan itu, KPK menyita uang sekitar Rp 3 miliar yang terdiri dari 284.050 dollar Singapura dan 22.000 dollar AS.

Tak lama kemudian, KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.

Penangkapan Adik Ratu Atut

Abraham mengatakan, penangkapan tidak hanya dilakukan di dua lokasi tersebut. Pada Rabu (2/10/2013), malam, penyidik KPK juga menangkap seorang pengusaha bernama Tubagus Chaery Wardana di kediamannya di Jalan Denpasar, Jakarta. Chaery diketahui sebagai adik dari Gubernur Banten Ratu Atut dan juga suami dari Wali Kota Tangerang Airin Rachmi Diany.

Diduga, Chaery terlibat serah terima uang dengan Akil terkait sengketa pemilihan kepala daerah di Lebak. Terkait dengan penangkapan Chaery, penyidik KPK juga meringkus seorang advokat bernama Susi Tur Andayani di kawasan Lebak, Banten.

Abraham menuturkan, penangkapan ini berawal dari informasi yang diterima KPK mengenai rencana penyerahan uang. Adapun Susi telah lama mengenal Akil. Selanjutnya, menurut Abraham, Susi diketahui menerima uang dari Tubagus Chaery alias Wawan melalui seseorang berinisial F di Hotel Aston, Jakarta. Uang sekitar Rp 1 miliar tersebut dimasukkan ke dalam tas warna biru dan disimpan Susi di kediaman orangtuanya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

"Uang tersebut akan diserahkan kepada AM (Akil)," ujar Abraham.

Kemudian, sekitar pukul 22.00 WIB, lanjutnya, Susi bergerak menuju kawasan Lebak. Di sana, tim penyidik KPK menangkap advokat itu. Selanjutnya, penyidik menangkap Tubagus di Jalan Denpasar IV, Nomor 35, Jakarta. Lalu, penyidik menuju rumah orangtua Susi untuk mengamankan uang Rp 1 miliar yang disimpan dalam tas biru.

KPK pun melakukan pemeriksaan intensif terhadap mereka yang tertangkap tangan. Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menetapkan status tersangka terhadap enam orang, yakni Akil, Chairun Nisa, Cornelis, Hambit, Tubagus, dan Susi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com