Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Kasus Simulator Budi Susanto

Kompas.com - 01/10/2013, 13:51 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan driving simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri, Budi Susanto. Menurut Hakim, dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memenuhi syarat formil dan materiil.

"Seluruh keberatan tim terdakwa harus dinyatakan tidak dapat diterima. Majelis hakim berpendapat surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, baik dakwaan primer dan subsidair telah pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP sehingga seluruh dakwaan sah dan dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (1/10/2013).

Dalam pertimbangannya, hakim menjelaskan bahwa dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum telah cermat dan jelas dengan mencantumkan waktu dan tempat perkara. Kemudian, dalam keberatan Budi terkait penyidikan perkara yang pernah ditangani Polri dan KPK, hakim menilai tidak ada penyidikan ganda. Menurut majelis hakim, pengambil alihan penyidikan simulator telah sesuai dengan Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Menimbang dalam penyidikan Budi Susanto tidak ada penyidikan ganda karena jelas penyidik Polri telah menyerahkan sepenuhnya ke KPK. Maka, keberatan tim terdakwa tidak beralasan hukum dan harus dikesampingkan," terang hakim anggota Anwar.

Sementara itu, hakim tidak mempertimbangkan keberatan Budi lainnya karena dianggap tidak termasuk materi keberatan.

Dengan demikian, sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan driving simulator SIM roda dua (R2) dan roda empat (R4) di Korps Lalu Lintas Polri dengan terdakwa Budi Susanto tetap dilanjutkan. Sidang selanjutnya dijadwalkan pekan depan, Selasa (8/10/2013).

JPU KPK akan menghadirkan saksi-saksi. Budi adalah Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) perusahaan yang memenangkan proyek pengadaan alat driving simulator SIM di Korlantas Polri. Dia didakwa telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar.

Dia juga dianggap telah memperkaya orang lain yaitu mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo sebesar Rp 36,9 miliar, Wakakorlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang sebesar Rp 3,9 miliar. Kemudian telah memperkaya Primkoppol Polri senilai Rp 15 miliar. Perbuatannya disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 144,984 miliar atau Rp 121,830. Miliar dalam perhitungan kerugian negara oleh ahli dari BPK RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com