Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Papua, Baru 44 Persen Masyarakat Didatangi Pantarlih

Kompas.com - 20/08/2013, 14:31 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menemukan, baru sekitar 44 persen masyarakat di Provinsi Papua yang langsung didatangi Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih (Pantarlih). Ternyata, di beberapa daerah di Papua pemutakhiran data pemilih diwakili oleh kepala suku atau yang biasa disebut mekanisme "noken".

"Sosialisasi pendaftaran pemilih di Papua ini tergolong rendah. Hanya 44 persen masyarakat mengaku pernah didatangi pantarlih, namun 30 persen di antara yang didatangi itu yang diberi tahu soal DPS (daftar pemilih sementara)," ujar Direktur Eksekutif LP3ES Kurniawan Zein dalam paparan media Hasil Monitoring Daftar Pemilih Pemilu 2014 di Provinsi Papua, Selasa (20/8/2013) di Jakarta.

Dia mengatakan, hal itu pasti berimplikasi pada rendahnya partisipasi masyarakat untuk mengecek keberadaan namanya pada DPS yang dipublikasikan panitia pemungutan suara (PPS) di desa/kelurahan setempat.

"Alasannya, sebagian besar dari masyarakat tidak tahu keharusan mengecek DPS dan telah diwakili oleh kepala suku/adat/kampung," lanjut Kurniawan.

Ia mengungkapkan, pihaknya menemukan pemutakhiran data pemilih dilakukan dengan mekanisme noken, terutama di wilayah pegunungan. Pemutakhiran itu dilakukan dengan diwakili kepala suku atau kepala kampung. Menurutnya, kepala sukulah yang lang melaporkan kepada pantarlih jumlah pemilih di wilayahnya.

"Mekanisme noken mengandung kelemahan, karena tidak ada mekanisme kontrol terhadap pbahan dan pengurangan jumlah pemilih," pungkas Kurniawan.

Selain itu, imbuhnya, kepala suku menguasai lintas teritorial dan membawahi banyak klan dan kampung yang tersebar di beberapa daerah. Hal itu, menurutnya, berimplikasi pada tidak tercatatnya mobilitas domisili pemilih yang didaftarkan dengan diwakili kepala suku.

Menanggapi hal itu, Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengungkapkan, dalam beberapa pemilihan kepala daerah memang ditemukan sistem noken. Namun, kata dia, pemutakhiran data pemilih diwakili kepala suku harus dicek kebenarannya oleh KPU.

"Saya belum melihat ada itu (mekanisme noken), tapi itu masukan bagus. Nanti akan kami cek ke lapangan," kata Ferry dalam kesempatan yang sama.

Survei LP3ES itu dilakukan kepada 884 responden yang dipilih secara acak di Papua. Dia mengatakan, beberapa hambatan yang menjadi kendala pemutakhiran daftar pemilih di Papua di antaranya adalah proses rekrutmen anggota KPU di 26 kabupaten/kota.

“Jadi tugasnya diambil alih KPU provinsi dan dan KPU,” lanjut Ferry.

Ia memastikan, masalah DPS dan pemutakhiran data pemilih yang disampaikan LP3ES tidak lagi ada saat ini. Karena, kata dia, saat ini semua daerah telah memiliki pantarlih, PPS dan PPK.

“Mungkin itu terjadi saat pemantauan dilakukan. Saat ini, pantarlih dan PPS sudah bekerja mengumpulkan dan meutakhirkan data pemilih,” katanya.

Sebelumnya, Senin (19/8/2013), Ferry sempat mengatakan, data pemilih di Provinsi Papua Barat belum masuk sama sekali di Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) KPU. Sedangkan untuk pemilih Papua, baru hanya 160 ribu data yang masuk di KPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com