Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Bioremediasi, Widodo Dihukum 2 Tahun Penjara

Kompas.com - 19/07/2013, 20:42 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Team Leader Sumatera Light North, Kabupaten Duri, Provinsi Riau, PT Chevron Pacifiic Indonesia (CPI), Widodo dihukum dua tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan penjara. Majelis hakim menilai Widodo terbukti melakukan tindak pidana korupsi kasus normalisasi lahan tercemar minyak (bioremediasi) di Riau tahun 2006-2011.

Putusan ini dibacakan majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Sudharmawatiningsih (ketua), Antonious Widjiantono, Slamet Subagyo, Anas Mustakim, dan Sofialdy secara bergantian dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (19/7/2013).

"Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan subsider melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun denda 200 juta subsider 3 bulan," ujar hakim Sudharmawati.

Sebagaimana dakwaan subsider, Widodo dianggap melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara. Widodo dinilai melaksanakan proses lelang proyek bioremediasi yang bukan kewenangannya.

Pelaksanaan bioremediasi itu dianggap tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 128 tahun 2003. Akibat perbuatannya, Widodo telah merugikan keuangan negara sebesar 6,9 juta dollar AS dari pembayaran ke Direktur PT Sumigita Jaya (SGJ) Herland dan Direktur PT GPI Ricksy Prematury.

Hukuman Widodo sama dengan Manager Lingkungan PT. CPI Endah Rumbiyanti. Sidang vonis Widodo juga diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat oleh tiga dari lima hakim.

Hakim anggota dua, Annas Mustaqim, menyampaikan perbedaan pendapat dengan hakim Sudharmawati dan Antonius. Annas menyatakan Widodo terbukti melakukan tindakan melawan hukum sebagaimana dakwaan primer. Widodo dinilai melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Kemudian hakim Slamet Subagyo dan Sofialdy juga tidak sependapat.

Keduanya menyatakan Widodo tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tuntutan dan dakwaan. Keduanya menilai Widodo seharusnya bebas. Slamet menimbang adanya perbedaan waktu antara terjadinya proyek bioremediasi dengan jabatan Widodo.

"Ketika bioremediasi terjadi yang bersangkutan masih sebagai konsultan representatif di Sumatera Light South (SLS) dan bukan tim leader di SLN," kata Slamet.

Vonis terhadap Widodo jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung. Dia sebelumnya dituntut dengan pidana penjara tujuh tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com