Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IPW: Bangun Lapas di Pulau Terluar

Kompas.com - 14/07/2013, 11:34 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai sudah saatnya pemerintah membangun lembaga pemasyarakatan di daerah pulau terluar. Namun, seluruh narapidana (napi) harus mendapatkan fasilitas yang sama, baik untuk mereka yang terkait kasus teroris, narkoba, dan korupsi.

"Tahanan korupsi, narkoba, dan teroris harus ditempatkan di lapas pulau terluar. Tujuannya agar mereka tidak bisa berbuat seenaknya untuk mendapatkan keistimewaan atau pulang ke rumah sesukanya," tulis Neta dalam siaran pers yang diterima wartawan Minggu (14/7/2013).

Menurut Neta, selama ini napi korupsi kerap mendapat fasilitas istimewa dibanding lainnya. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi napi untuk kasus lain. Neta khawatir hal itu bisa menyebabkan para napi bertindak anarkis seperti yang terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara.

"Dengan uang yang dimilikinya, mereka bisa mendapat apa saja yang diinginkan. Mulai 'membeli' sel pribadi dengan berbagai fasilitas bintang lima. Atau keluar lapas sesuka hatinya dengan alasan berobat. Menyewa ruangan pejabat Lapas untuk 'kantornya' sehari-hari. Memakai alat elektronik dan alat komunikasi secara bebas," papar Neta.

Untuk itu, menurut Neta, kasus Lapas Tanjung Gusta harusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah dalam menata sistem dan manajemen lapas dan rutan. Setiap Lapas harus memiliki standar sama. Misalnya satu kamar diisi empat atau enam tahanan.

"Pemerintah harus tegas bahwa tidak ada lagi napi potensial yang menguasai kamar tahanan hanya untuk dirinya sendiri dan menjadi raja-raja kecil yang mempecundangi para pejabat lapas dengan uangnya," kata Neta.

Sementara itu, polisi diminta menindak pidana bagi pejabat lapas yang terbukti kongkalikong dengan para napi untuk mendapat fasilitas tertentu. Menurut Neta, tanpa tindakan tegas kondisi lapas akan semakin tidak terkendali.

IPW berharap kasus Lapas Tanjung Gusta tak terulang kembali. Sebab, menurut Neta, polisi akan kelabakan mengantisipasi keamanan di masyarakat dengan banyaknya napi yang melarikan diri.

Seperti diberitakan, kericuhan di Lapas Tanjung Gusta pada Kamis (11/7/2013) petang diduga bermula saat pasokan listrik dan air di lapas terhenti. Para napi kemudian melakukan provokasi hingga timbul kerusuhan di lapas yang akhirnya berujung pada pembakaran.

Saat situasi kacau inilah, ratusan warga binaan itu menggunakan kesempatan kabur setelah sebelumnya diduga menyandera 15 petugas lapas. Sekitar 176 napi melarikan diri di antaranya merupakan napi kasus terorisme, narkoba, dan pembunuhan. Lima orang tewas dalam peristiwa itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com