Substansi pembahasan pun berputar pada topik itu-itu saja, yaitu perlu tidaknya undang-undang itu direvisi. Setidaknya, ada lima fraksi yang menolak UU Pilpres direvisi yaituFraksi Partai Demokrat, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Sementara, empat fraksi lainnya mendukung revisi UU Pilpres yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Hanura.
Apa yang membuat pembahasan revisi UU Pilpres ini berjalan alot?
Tak lain adalah persoalan presidential threshold (PT). Aturan ini terkait ambang batas partai boleh mengajukan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Pasal 9 UU Pilpres menyebutkan bahwa pasangan capres dan cawapres bisa diusung partai politik atau gabungan partai politik dengan jumlah kursi di parlemen minimal 20 persen dan jumlah suara secara nasional minimal 25 persen. Hal ini jelas menghambat partai-partai kecil yang hendak mengajukan capres. Sebut saja Partai Gerindra yang sudah jauh hari mengusung Prabowo Subianto sebagai capresnya. Demikian pula Partai Hanura yang sudah deklarasi akan mengusung Wiranto.
Sementara, PPP berkeinginan agar PT dijadikan 0 persen, atau hilang sama sekali. "Kalau sampai ada PT, namanya membatasi capres-capres yang ada saat ini. Kami ingin ada banyak pilihan. PPP tetap berkeinginan PT 0 persen," ujar Wakil Ketua Fraksi PPP, Ahmad Yani.
Sedangkan PKS tidak membicarakan persoalan PT. Anggota Baleg dari Fraksi PKS, Indra mengatakan, banyak hal yang harus direvisi dari Undang-undang itu yakni pelarangan presiden rangkap jabatan, pembatasan biaya kampanye, pengaturan/pembatasan iklan supaya tidak ada koptasi pencitraan semu melalui iklan yang akan menyesatkan pemilih, dan perubahan syarat pencapresan.
Satu pasal yang mengganjal
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat, mengatakan, dalam waktu hampir 1,5 tahun pembahasan di Badan Legislasi DPR, telah disepakati 120 Pasal perubahan dan 22 Pasal tambahan dari 262 Pasal UU Pilpres.
Alotnya pembahasan revisi UU Pilpres membuat Pimpinan Baleg memutuskan untuk melakukan konsultasi dengan Pimpinan DPR. Hasilnya setali tiga uang, tak menemukan jalan keluar.
Pimpinan DPR akhirnya mengembalikan lagi pembahasan revisi UU Pilpires ke Baleg. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pembahasan ini sudah berlarut-larut sehingga salah satu opsinya adalah dengan voting di rapat paripurna.
"Tentukan saja di paripurna apakah mau lanjut atau tidak, daripada enggak jelas begini," kata Muzani.
Jika dilakukan voting, maka revisi UU Pilpres bisa dipastikan batal. Pasalnya, kelompok penolak revisi berasal dari partai-partai besar.
Sebagian besar partai berdalih jika UU Pilpres direvisi maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak memiliki cukup waktu. Alasan lainnya adalah adanya keinginan untuk memperkuat sistem presidensial. Rencananya, Baleg akan kembali menggelar rapat pleno untuk pengambilan keputusan pada Selasa (8/7/2013) sore ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.