"Kita perlu mengakhiri Undang-Undang yang represif (UU No 8/1985), jaminan yang tidak memberikan kebebasan berserikat dan berkumpul. Kita menyetujui (RUU Ormas) karena ingin mengakhiri rezim undang-undang yang represif," kata Hidayat.
Ia menjelaskan, sikap fraksinya merupakan hasil konsultasi dengan berbagai pihak. Pasal-pasal yang menuai perdebatan telah terjawab, dan RUU ini dianggap perlu segera disahkan.
Menurutnya, perdebatan mengenai definisi ormas telah jelas diterangkan dalam RUU Ormas. Ormas yang harus melakukan pendaftaran hanyalah ormas baru dan belum berbadan hukum, sedangkan ormas yeng telah berbadan hukum tak perlu lagi mendaftar.
Selanjutnya, kata Hidayat, terkait dengan kekhawatiran intervensi negara, menurutnya tak akan terjadi karena RUU Ormas telah memberikan ruang yang luas untuk kemerdekaan ormas. Adapun mengenai aliran dana asing, kata Hidayat, tak perlu diperdebatkan. Yang terpenting adalah alokasi penggunaan dan tanggung jawabnya dilakukan secara transparan.
"Kalau (Rancangan) UU Ormas tidak ada (disahkan) maka UU Ormas yang lama masih berlaku," ujarnya.
RUU ormas masih menuai pro dan kontra jelang waktu pengesahannya. Pekan lalu, paripurna batal mengesahkan RUU ini dengan alasan perlu disosialisasikan kepada ormas penolak dan direvisi sesuai dengan usulan yang mengemuka. Kelompok yang menolak umumnya khawatir RUU ini akan membelenggu gerak ormas. Selain itu, mereka juga khawatir RUU ini akan menggerus alam demokrasi dan kembali mundur ke era Orde Baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.