Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Belum Penuhi Kriteria Negarawan

Kompas.com - 28/05/2013, 05:19 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemberian World Statesman Award dari The Appeal of Conscience Foundation (TACF), New York, Amerika Serikat, untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dinilai salah arah.

"Statesman" berarti negarawan, sementara SBY dinilai belum memenuhi kriteria sebagai negarawan dalam hal toleransi.

"SBY tak memenuhi kriteria sebagai negarawan yang melindungi warga," kata Direktur Reform Institute Yudi Latif di Jakarta, Senin (27/5/2013).

Sebagaimana diberitakan, TACF dari New York, Amerika Serikat (AS), berencana memberikan World Statesman Award untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena dinilai sebagai pemimpin yang mengembangkan perdamaian, toleransi, dan resolusi konflik.

Presiden telah menjadwalkan diri untuk menerima penghargaan itu di AS, meski sebagian kalangan pegiat pluralisme melancarkan protes.

Menurut Yudi Latif, prinsip utama negarawan itu adalah apa yang dapat diberikan oleh seseorang bagi kehormatan negaranya, bukan apa yang dapat diambil dari negara untuk kehormatan dirinya sendiri.

Seberapa besar yang diberikan oleh seseorang bagi negaranya terutama tecermin dari pengakuan dan apresiasi rakyatnya sendiri, bukan dengan persepsi dari luar.

Penghargaan internasional sering kali tak sejalan dengan kepentingan nasional.

SBY dapat penghargaan kehormatan dari Kerajaan Inggris secara pribadi, tetapi di saat yang sama Inggris justru mengabaikan kepentingan nasional Indonesia dalam kasus pembiaran kantor perwakilan Papua di sana.

Waktu pemberian penghargaan internasional terhadap beberapa pejabat tinggi negara Indonesia acap kali hampir bersamaan dengan waktu pengabulan kepentingan investasi.

"Pemberian penghargaan atas kenegarawan SBY dalam hal toleransi lebih salah arah. Masyarakat Indonesia secara umum memang memiliki toleransi kuat. Namun, aparatur negara selama pemerintahan Presiden Yudhoyono bukan saja acap kali gagal memberikan perlindungan hak beragama, tapi lebih parah lagi sering menjadi elemen penyulut dan pembiaran ekspresi kekerasan dan intoleransi," katanya.

Kalaulah akhirnya menerima penghargaan itu, SBY harus mengatakan bahwa penghargaan itu lebih cocok diberikan kepada bangsa Indonesia.

"Dia harus meminta maaf atas kelalaiannya selama ini dalam merawat dan mengembangkan budaya toleransi di masyarakat. Award itu juga harus dijadikan parodi, self criticm atas kelemahan negara selama ini dalam memuliakan toleransi, seraya bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan sama di masa depan," katanya.

Yudi Latif mengingatkan, SBY menjadi Presiden RI karena dipilih langsung oleh rakyatnya.

"Sebagai negarawan, pertama-tama semestinya dia harus mendapatkan penghargaan dari rakyatnya, bukan isapan jempol dari pihak asing," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia 'Tidak Layak Pakai'

    Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia "Tidak Layak Pakai"

    Nasional
    Bahas Kerja Sama Keamanan dengan Turkiye, Menko Polhukam Bicara Penanggulangan Terorisme hingga Kepolisian

    Bahas Kerja Sama Keamanan dengan Turkiye, Menko Polhukam Bicara Penanggulangan Terorisme hingga Kepolisian

    Nasional
    Kunjungan ke Sultra, Komisi III DPR Ingin Cek Dugaan Praktik Mafia Tambang Ilegal

    Kunjungan ke Sultra, Komisi III DPR Ingin Cek Dugaan Praktik Mafia Tambang Ilegal

    Nasional
    Soal Revisi UU MK, Disebut 'Jurus Mabuk' Politisi Menabrak Konstitusi

    Soal Revisi UU MK, Disebut "Jurus Mabuk" Politisi Menabrak Konstitusi

    Nasional
    SYL Disebut “Pasang Badan” jika Petinggi Nasdem Minta Pejabat Kementan Dicopot

    SYL Disebut “Pasang Badan” jika Petinggi Nasdem Minta Pejabat Kementan Dicopot

    Nasional
    Muhammadiyah Surati Jokowi, Minta Pansel Capim KPK Dibentuk Proporsional

    Muhammadiyah Surati Jokowi, Minta Pansel Capim KPK Dibentuk Proporsional

    Nasional
    SYL ke Anak Buah di Kementan: Yang Tidak Sejalan Silakan Mundur

    SYL ke Anak Buah di Kementan: Yang Tidak Sejalan Silakan Mundur

    Nasional
    Anggota DPR Usul 'Money Politics' Dilegalkan, KPK: Pejabat Nanti Cari 'Balik Modal'

    Anggota DPR Usul "Money Politics" Dilegalkan, KPK: Pejabat Nanti Cari "Balik Modal"

    Nasional
    Profil Grace Natalie, Politikus PSI yang Jadi Stafsus Jokowi

    Profil Grace Natalie, Politikus PSI yang Jadi Stafsus Jokowi

    Nasional
    Perkuat Komitmen NZE, PHE Teken Kerja Sama Carbon Capture dengan ExxonMobil

    Perkuat Komitmen NZE, PHE Teken Kerja Sama Carbon Capture dengan ExxonMobil

    Nasional
    Pimpinan Komisi II DPR Kecewa Sirekap KPU Cuma Bikin Bingung Rakyat

    Pimpinan Komisi II DPR Kecewa Sirekap KPU Cuma Bikin Bingung Rakyat

    Nasional
    Ridwan Kamil Maju di Pilkada DKI Jakarta Atau Jabar? Ini Jawaban Ketum Golkar

    Ridwan Kamil Maju di Pilkada DKI Jakarta Atau Jabar? Ini Jawaban Ketum Golkar

    Nasional
    Sandra Dewi Terus Menunduk Sembari Jalan Masuk ke Mobil Usai Diperiksa Kejagung

    Sandra Dewi Terus Menunduk Sembari Jalan Masuk ke Mobil Usai Diperiksa Kejagung

    Nasional
    Soal Duet Dico-Raffi di Pilkada Jateng, Airlangga: Kalau Survei Bagus, Bakalan Terus

    Soal Duet Dico-Raffi di Pilkada Jateng, Airlangga: Kalau Survei Bagus, Bakalan Terus

    Nasional
    Kasus Gubernur Abdul Gani, KPK Geledah Kantor Dinas ESDM dan PTSP Maluku Utara

    Kasus Gubernur Abdul Gani, KPK Geledah Kantor Dinas ESDM dan PTSP Maluku Utara

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com