Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"PKS Jangan Ngotot, Nanti Malu di Pengadilan"

Kompas.com - 25/05/2013, 17:48 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyarankan Partai Keadilan Sejahtera mengakui kesalahan kadernya dalam kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi. PKS diimbau tidak ngotot dan sebaiknya menunggu sidang di pengadilan.

"Dulu saya pernah menyarankan, kalau KPK itu sudah menjadikan seseorang sebagai tersangka, lebih baik segera mengaku. Karena KPK kalau menetapkan tersangka, buktinya bukan hanya satu, tapi dua. KPK sudah punya bukti berbulan-bulan sebelumnya dikuntit (tersangka)," kata Mahfud, di Jakarta, Sabtu (25/5/2013).

Menurutnya, KPK sudah punya bukti kuat untuk menjerat mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dan teman dekatnya, Ahmad Fathanah. KPK memiliki rekaman suara hingga foto. Jika tidak mengakui kesalahan,  akan lebih terasa malu saat bukti-bukti dibeberkan di pengadilan.

"Kalau ngotot gitu, itu nanti menjadi lebih malu di pengadilan. Seperti kemarin, kan tidak ngaku, lalu disetel (diputar) di pengadilan, lalu ngaku. Bahkan, yang disetel di pengadilan bukan soal impor daging, tapi juga pembicaraan soal wanita, soal dikirim Pustun dan macam-macam gitu, kan," katanya.

Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) itu mengatakan, kader yang tersangkut kasus korupsi harus siap dihukum dan tidak perlu malu mengakui kesalahan. "Saya katakan tidak usah malu, sekarang ini tidak ada partai baik atau jelek. Semua partai ada baik dan ada jeleknya," katanya.

Seperti diketahui, setelah Luthfi Hasan ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK, PKS menduga kasus itu bermuatan politik. PKS pun dinilai melakukan perlawanan. Sebelumnya, PKS sempat berseteru dengan KPK yang berusaha menyita enam mobil milik mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang bersama orang dekatnya, Ahmad Fathanah.

Saat penyidik KPK hendak menyita mobil-mobil itu, petugas keamanan PKS beserta organisasi massa menghalang-halangi hingga akhirnya mobil itu gagal disita dan hanya disegel di kantor DPP PKS. PKS berdalih bahwa KPK ketika itu datang tanpa membawa surat penyitaan. Sementara pihak KPK mengaku sudah sesuai prosedur. Saat mendatangi kantor DPP PKS, penyidik mengaku telah membawa surat penyitaan.

Ikuti berita terkait dalam topik:
Skandal Suap Impor Daging Sapi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com