Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Ini Alasan Mengapa Kejaksaan Tak Konsisten

Kompas.com - 30/04/2013, 09:18 WIB
ING

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara yang juga mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra menyebut kejaksaan tak konsisten dalam melakukan eksekusi terhadap mantan Kepala Bareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji. Seperti diketahui, pada Rabu (24/4/2013) lalu, kejaksaan gagal melakukan eksekusi terhadap Susno. Susno dan tim kuasa hukumnya menolak eksekusi karena menilai putusan kasasi Mahkamah Agung cacat hukum dan tidak memuat perintah eksekusi sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 197 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Menurut Yusril, kejaksaan tak konsisten karena pada kasus yang menimpa warga negara India, Suresh, kejaksaan mengakui putusan MA batal demi hukum. Dalam kasus Suresh, putusan MA salah menyebutkan kewarganegaraannya sehingga eksekusi tidak dapat dilaksanakan.

"Jaksa PK (peninjauan kembali). Setelah PK perbaiki warga negara Suresh, putusan dilaksanakan. Suresh dieksekusi setelah putusan tidak batal demi hukum lagi. Kenapa untuk Suresh jaksa akui putusannya batal demi hukum, sedangkan Susno tidak? Kenapa untuk bangsa asing, India, kejaksaan bersikap arif, tetapi terhadap bangsa sendiri begitu ngotot?" papar Yusril, dalam akun Twitter-nya, @YusrilIhza_Mhd, Senin (29/4/2013).

Pernyataan yang sama juga dituangkan Yusril dalam tulisannya, "Mengapa Kejaksaan Tidak Konsisten?", yang di-posting di akun Kompasiana miliknya.

Selain kasus Suresh, kata Yusril, penyikapan berbeda juga dilakukan jaksa terhadap putusan PK Tommy Soeharto dalam kasus tukar guling Goro dengan Bulog tahun 2001. Menurutnya, saat itu, kejaksaan menyatakan putusan PK Mahkamah Agung dalam perkara Tommy batal demi hukum karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf d KUHAP. 

"Kalau Tommy Suharto huruf d, Susno huruf k KUHAP, yang menurut Pasal 197 ayat 2 sama-sama batal demi hukum. Jaksa berpendapat, karena putusan MA tentang Tommy Suharto batal demi hukum, putusan itu tidak bisa dieksekusi," kata Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang ini.

Lebih lanjut, Yusril mengungkapkan, saat itu, ketika kejaksaan menyatakan putusan Tommy batal demi hukum, ia berstatus sebagai buronan. Kemudian, masih menurut Yusril, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menulis surat kepada MA tanggal 25 September dan 1 Oktober 2001. Isi kedua surat itu sama, yaitu kejaksaan berpendapat bahwa putusan MA batal demi hukum dan tidak bisa dieksekusi karena tidak memenuhi Pasal 197 Ayat (1) huruf d. 

"Kedua surat Kajari Jaksel di atas dilayangkan ke MA, mustahil Kejaksaan Agung tidak tahu. Perkara Tommy saat itu sangat menghebohkan. Pertanyaan saya pada Kejagung, kenapa dalam perkara Tommy Suharto, jaksa akui putusan itu batal demi hukum, tapi tidak pada Susno?" kata Yusril.

"Saya tunggu tanggapan Kejagung dan silhkan Anda komentari," lanjutnya.

Jaksa tak mau PK

Menurut Yusril, saat di Mapolda Jawa Barat, dalam proses eksekusi pekan lalu, Susno telah mengatakan kepada Aspidsus DKI Jakarta untuk mengajukan PK terhadap kasusnya. Ia tetap berpendapat putusannya cacat dan batal demi hukum, seperti halnya kasus Suresh.

"Kata Susno, 'Kalau saya tetap dihukum oleh PK dan ada perintah penahanan Pasal 197 Ayat 1 huruf k KUHAP, saya patuh. Silakan saya dieksekusi," kata Yusril menirukan ucapan Susno.

Namun, ujar Yusril, saat itu, jaksa menolak permintaan Susno. "Malah balik minta agar Susno yang ajukan PK, tapi eksekusi harus dilaksanakan lebih dulu. Susno menolak permintaan jaksa. 'Untuk apa saya PK, putusan saya ini cacat dan batal demi hukum'" lanjut Yusril.

Karena itu, dialog berakhir dengan deadlock. Susno pun gagal dieksekusi kejaksaan.

Akar perdebatan

Argumentasi hukum yang digunakan pihak Susno untuk menolak eksekusi adalah ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k UU Nomor 81 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Ketentuan pasal itu menyatakan bahwa surat pemidanaan harus memuat perintah agar terdakwa ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan. Pihak Susno menafsirkan, sesuai Pasal 197 Ayat 2 putusan batal demi hukum jika tak memuat perintah eksekusi.

Pasal 197 Ayat (1) huruf k KUHAP ini pernah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Permohonan diajukan oleh Parlin Riduansyah. Saat itu, Yusril Izha Mahendra bertindak sebagai kuasa hukumnya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

    BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

    Nasional
    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com