Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harta Gayus Tambunan Belum Dirampas untuk Negara?

Kompas.com - 19/04/2013, 21:43 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terpidana kasus korupsi Gayus HP Tambunan saat ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Upaya memiskinkan koruptor untuk membuat efek jera pun telah dilakukan dengan menyita sejumlah harta atau aset Gayus yang berkaitan dengan perkaranya. Apakah sejumlah aset atau harta Gayus yang disita sudah dirampas untuk negara?

"Saya belum mendapatkan laporan apa sudah ada yang dieksekusi. Tapi, paling tidak itu barang sudah disita, kalau barang sudah disita, tidak ada alasan lagi, gampang itu eksekusinya," kata Jaksa Agung Basrief Arief di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2013).

Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Pudji Basuki Setijono, juga mengaku belum mengetahui apakah harta Gayus telah dieksekusi. "Saya belum tahu datanya," ujarnya.

Kekayaan yang dimiliki mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu kembali mencuat setelah beredar kabar istri Gayus, Miliana Anggraeni atau dikenal dengan Rani (35), mengontrak rumah di Kompleks Taman Sari Bukit Bandung Blok 2 Nomor 1, Bandung, Jawa Barat. Rumah mewah itu terletak di dekat Lapas Sukamiskin. Menurut keterangan koordinator keamanan setempat, istri Gayus juga kerap gonta-ganti menggunakan mobil mewah dan ingin membeli rumah tersebut.

Pada September 2012 lalu, mertua dari Gayus, Dayu Permata, juga membeli rumah dari tersangka kasus suap hakim Toto Hutagalung di Jalan Pacuan Kuda No 22A, Arcamanik, Bandung, tak jauh dari Lapas Sukamiskin. Rumah tersebut akan digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai harta kepemilikan Gayus, tetapi batal karena sudah dijual ke kerabat mertua Gayus.

Upaya memiskinkan mantan pegawai Ditjen Pajak dengan merampas sejumlah hartanya untuk negara dinilai belum berhasil. Basrief menjelaskan, eksekusi perampasan aset baru dapat dilakukan setelah kasusnya telah berkekuatan hukum tetap.

"Aset baru bisa disita setelah putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Nah, itu masih dalam proses upaya hukum ada yang banding, kasasi, PK, kan ada beberapa kasusnya," katanya.

Gayus terjerat dalam serangkaian kasus hukum, antara lain tindak pidana korupsi saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal serta dugaan menyuap dua penyidik Bareskrim Polri dan hakim. Dia juga berhadapan dengan kasus dugaan penyuapan mantan Kepala Rumah Tahanan Mako Brimob Komisaris Iwan Siswanto dan delapan penjaga rutannya, pemalsuan paspor atas nama Sony Laksono, dan kasus gratifikasi serta pencucian uang.

Dalam kasus gratifikasi dan pencucian uang, Gayus divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Seluruh hartanya yang terkait dengan perkara itu juga disita oleh negara. Total uang yang disita mencapai Rp 74 miliar, yang terdiri atas berbagai rekening dan deposito. Majelis hakim juga memerintahkan agar aset Gayus berupa mobil Honda Jazz, Ford Everest, rumah di Gading Park View, Kelapa Gading, Jakarta Utara, dan 31 batang emas masing-masing 100 gram disita untuk negara.

Basrief mengatakan, jika seluruh perkara Gayus telah berkekuatan hukum tetap, pihaknya pun segera melakukan perampasan aset. "Masih ada kan? Nah, belum tentu di berkas yang satu itu barang buktinya ada di situ. Semuanya akan kita lihat secara komprehensif. Nanti pada saatnya kita akan eksekusi semuanya," kata Basrief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD 3 Tahun Lagi

Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD 3 Tahun Lagi

Nasional
Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Nasional
LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

Nasional
PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

Nasional
Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Nasional
Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Nasional
Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Nasional
Soal Pernyataan 'Jangan Mengganggu', Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Soal Pernyataan "Jangan Mengganggu", Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Nasional
BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Nasional
Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Nasional
Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Nasional
Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Nasional
JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com