Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri: RUU Ormas yang Baru Penting

Kompas.com - 12/04/2013, 12:21 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menilai bahwa Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang baru penting untuk disahkan. Ia mengungkapkan, pemerintah ragu untuk tetap menerapkan UU Ormas yang lama, yakni Nomor 8 Tahun 1985 yang dianggap sudah tidak relevan.

"Kalau ormas ini tidak diatur, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 yang berlaku sehingga pemerintah dalam menerapkan undang-undang itu menjadi ragu," ujar Gamawan di Kompleks Parlemen, Jumat (12/4/2013).

Gamawan mengatakan, keraguan pemerintah menerapkan UU Ormas yang lama itu muncul karena sudah tidak sesuai lagi dengan semangat amandemen dalam UUD 1945.

"Yang lama ini tidak mengakomodasi masyarakat karena sudah tidak up to date. UUD sudah empat kali amandemen, sudah tidak sesuai zaman sehingga undang-undang ini perlu disesuaikan," katanya.

Menurutnya, lahirnya RUU Ormas ini sama sekali tidak bertujuan mengembalikan kondisi Indonesia seperti Orde Baru. Pada UU yang lama, sanksi terhadap ormas justru jauh lebih ketat.

"Ormas yang dianggap menghalangi pembangunan saja bisa dibubarkan. Apa kita mau pakai undang-undang itu? Kan tidak," ujarnya.

Namun, ia menyatakan setuju dengan penundaan RUU Ormas untuk memberikan waktu sosialisasi RUU ini kepada masyarakat yang masih menolaknya. "Mungkin saja mereka yang menolak ini karena tidak memahami seluruhnya, membaca hanya sepotong-sepotong saja. Jadi tidak apa-apa, biarkan untuk sosialisasi. Semoga," ungkap Gamawan.

Sebelumnya, Pansus RUU Ormas akhirnya sepakat menunda pengesahan rancangan undang-undang ini. Sedianya, pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Jumat (12/4/2013) pagi ini. Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengatakan, penundaan juga dilakukan karena masih ada penyusunan bagian penjelasan yang belum rampung.

"Akhirnya ditunda dan alasan penundaan itu sebenarnya teknis karena substansi secara principal, isinya sudah disepakati semua fraksi, termasuk perubahan terakhir yang diusulkan Muhammadiyah itu sudah kita akomodasi. Hanya penjelasan belum rapi, ada beberapa redaksi yang belum rapi, faktor teknis prosedur aja," ujar Malik.

Dengan belum selesainya penyusunan bagian penjelasan RUU ini, kata Malik, maka Pansus pun tidak akan membawanya ke rapat paripurna. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini pun berpandangan bahwa seluruh fraksi telah sepakat untuk tidak membatalkan keseluruhan pembahasan RUU Ormas. Pasalnya, kata Malik, RUU ini masih dianggap penting.

Rencana pengesahan RUU Ormas ini sempat mendapat penolakan dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kontras, Elsam, dan Imparsial. Sejumlah elemen buruh pun menolak kehadiran RUU ini. Mereka rencananya akan melakukan aksi unjuk rasa besar hari ini, tetapi akhirnya urung dilakukan karena pengesahan RUU Ormas ditunda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com