Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Curhat Sering Dikritik, Diserang, Dikecam Berlebihan

Kompas.com - 30/03/2013, 21:03 WIB
Kontributor Denpasar, Muhammad Hasanudin

Penulis

DENPASAR, KOMPAS.com — Susilo Bambang Yudhoyono bersedia menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Namun, SBY mengaku keputusannya maju sebagai Ketua Umum bukan keputusan yang mudah. SBY pun "curhat" selama ini dia kerap dikritik, diserang, hingga dikecam berlebihan karena dianggap tak memedulikan tugas kenegaraannya.

"Saya sadari partai kami dengan keadaan seperti ini, dihadapkan pada situasi tak mudah. Sementara benar-benar tak ketemu opsi lain kecuali saya pimpin sementara," ujar SBY dalam pidato sambutannya di hadapan ratusan peserta Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Hotel Inna Beach, Denpasar, Sabtu (30/3/2013). Namun, SBY mengaku memilih menerima aspirasi para kader Demokrat yang menginginkan agar dia memimpin Partai Demokrat.

Menurut SBY, ada banyak pesan singkat hingga surat yang memintanya maju sebagai Ketua Umum untuk kembali memajukan partai. "Terus terang bagi saya ini dilematis dan tak mudah meresponsnya. Saudara mungkin tak rasakan apa yang saya rasakan. Hanya saya, istri, dan keluarga yang bisa merasakan," imbuh SBY.

SBY bercerita, sejak dua bulan lalu, dia bertekad melakukan konsolidasi bersama Ketua Umum saat itu, Anas Urbaningrum. Kala itu dia mengambil alih wewenang Ketua Umum, dengan berdalih ia tengah berbagi tugas dan tanggung jawab agar Partai Demokrat tak tergerus suaranya.

"Sejak itu, saya sudah dikritik, diserang, dikecam banyak kalangan, dan sering amat berlebihan. Berbagai kritik dan serangan antara lain dianggap tak fokus pada pemerintahan dan ingin kekuasaan, yang tak ada di diri saya, ingin atur demokrat, dan lain-lain," ucap SBY. Pepatah pun dikutipnya, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. "Sudah Demokrat susah, ingin konsolidasi dengan Anas, justru saya dapat kritik seperti itu." imbuh SBY.

Pernyataan SBY ini dilakukan setelah seluruh peserta memilih SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat secara aklamasi. SBY menjadi Ketua Umum menggantikan Anas Urbaningrum yang berhenti setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya.

Pandangan daerah pun disampaikan dalam forum Kongres Luar Biasa. Dalam pandangan para pengurus daerah, memang terlihat partai ini sangat bergantung kepada SBY.

SBY disebut-sebut dipilih karena dianggap menjadi satu-satunya figur yang mampu menyatukan partai. Setelah pandangan daerah itu, presidium sidang kongres menyampaikan pandangannya kepada SBY.

Setelah menimbang, SBY akhirnya menyatakan bersedia dengan syarat jabatan Ketua Umum hanya sebagai jabatan sementara. Selain itu, SBY juga meminta adanya ketua harian yang akan membantunya mengurus kegiatan partai. Ia juga meminta ada ketua harian dewan pembina.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: KLB Demokrat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com