Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keberatan terhadap Draf KUHAP, KPK Surati Pemerintah

Kompas.com - 22/03/2013, 12:45 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi merasa keberatan akan isi draf revisi Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang digodok pemerintah. KPK pun meminta pembahasan revisi UU KUHAP diberhentikan sementara.

“Kami berharap draf itu ditarik dulu,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Jakarta, Jumat (22/3/2013). Dia mengatakan, KPK akan menempuh upaya resmi dengan mengirimkan surat ke pemerintah.

Lebih jauh Busyro mengungkapkan, pembahasan revisi UU KUHAP ini tidak mengikutsertakan KPK. Padahal, katanya, KPK merupakan salah satu pelaksana atau pengguna undang-undang tersebut. “Kami siap untuk diajak berdialog, kami juga akan mengajak kampus dan masyarakat. Jadi, nantinya masukan tidak hanya dari kami semata,” kata Busyro.

Dia juga mengatakan, bukan kali ini saja KPK tidak dilibatkan pemerintah dalam pembahasan revisi undang-undang yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan lembaga antikorupsi itu. Sebelumnya, KPK sempat tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Namun belakangan, setelah isi draf RUU Tipikor itu menuai kritikan publik, KPK baru mulai dilibatkan.

Adapun RUU KUHAP memang memuat sejumlah hal progresif bagi pemberantasan korupsi dan menjamin hak asasi warga negara. Namun, sejumlah pasal di dalamnya justru kontraproduktif untuk pemberantasan korupsi.

Salah satu pasal krusial dalam RUU KUHAP adalah Pasal 83 yang mengatur tentang penyadapan. Untuk melakukan penyadapan, penyidik harus mendapatkan izin dari hakim komisaris. Terkait hal ini, dalam naskah akademis RUU KUHAP disebutkan ”..., tak ada kecuali, KPK pun melakukan penyadapan harus dengan izin hakim komisaris.”

Sebelumnya  Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan, penyadapan KPK tidak perlu meminta izin ketua pengadilan negeri. Hal ini karena UU KPK yang bersifat lex specialis sehingga secara khusus dibedakan ketentuannya dengan KUHAP.  

Meskipun demikian, Amir mengakui, sebenarnya tetap ada potensi perdebatan hukum jika asas lex specialis UU KPK, terutama yang mengatur kewenangan penyadapan, pada akhirnya dibenturkan dengan aturan baru di KUHAP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com