Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susno Tak Mau Dipenjara, Preseden Buruk Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 05/03/2013, 18:30 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator bidang Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menilai langkah mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji yang enggan dipenjara memberi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi. Menurutnya, Susno hanya mencari alasan untuk terlepas dari hukuman penjara 3 tahun 6 bulan itu.

"Jadi, seperti banyak alasan enggak mau eksekusi. Ini jadi preseden buruk buat proses penegakan hukum," ujar Emerson di Jakarta, Selasa (5/3/2013). Menurutnya, Susno tak dapat menggunakan putusan kasasi MA untuk menghindar dari jeratan hukum.

Meski tak menyebutkan lagi vonis yang harus dijalani dan ditaati Susno, kata Emerson, putusan MA pada 22 November 2012 yang menolak kasasinya telah berkekuatan hukum tetap. "(Soal vonisnya), mengacu pada putusan-putusan di bawahnya. Enggak logis juga kalau dihukum, tapi enggak ditahan," kata dia.

Kejaksaan diminta tegas untuk segera mengeksekusi Susno. Sebab, tindakan ini dikhawatirkan akan dimanfaatkan terdakwa korupsi lainnya untuk mencari celah bebas dari hukum. Di samping itu, Wakil Jaksa Agung Darmono sudah menyatakan Kejaksaan tetap akan mengeksekusi Susno.

"Ya, harus dieksekusi karena MA itu sebagai lembaga pengadilan tertinggi bukan sebagai judex factie dan dalam tingkat kasasi pada umumnya hanya bersifat menguatkan atau membatalkan putusan pengadilan di bawahnya," ujar Dharmono.

Sebelumnya, Susno melalui kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, mengatakan tidak dapat menjalani hukuman penjara 3 tahun 6 bulan seperti yang diputus dalam Pengadilan Tinggi Jakarta. Sebab, dalam putusan MA tidak tercantum perintah dilakukan penahanan atau masa hukuman yang harus dijalaninya, sebagaimana ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf k UU 8/1981 tentang KUHAP. Putusan MA hanya menyatakan menolak kasasi Susno dan membebankan biaya perkara Rp 2.500.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Susno bersalah dalam dua perkara korupsi, yakni kasus penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Dalam kasus PT SAL, Susno terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangannya saat menjabat Kepala Bareskrim Polri dengan menerima hadiah sebesar Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus tersebut.

Adapun dalam kasus Pilkada Jabar, Susno yang saat itu menjabat Kepala Polda Jabar dinyatakan bersalah memotong dana pengamanan sebesar Rp 4,2 miliar untuk kepentingan pribadi. Susno yang telah pensiun dari Polri pada Juli 2012 itu mengajukan banding, tetapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi Jakarta sehingga dia tetap dihukum 3 tahun 6 bulan penjara. Kasasinya kemudian juga ditolak Mahkamah Agung pada 22 November 2012.

Sementara terkait tak tercantumnya masa hukuman Susno, sesuai ketentuan Pasal 197 ayat 1 KUHAP, sudah tak lagi membatalkan putusan demi hukum sebagaimana ketentuan pada Pasal 197 ayat 2 KUHAP. Pada 22 November 2012, bertepatan dengan vonis Susno, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 197 ayat 2 KUHAP bertentangan dengan konstitusi dan tak lagi berlaku. Karenanya, meski tak mencantumkan masa hukuman, vonis Susno tidak batal demi hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com