JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak patut memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Amerika Serikat. Jika tetap dilakukan, KPK dinilai mencederai amanat konstitusi dan rasa keadilan masyarakat.
"Rencana penyidik KPK mendatangi Sri Mulyani di AS adalah tindakan yang mengkerdilkan institusi KPK di hadapan publik," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, di Jakarta, Selasa (5/3/2013).
Basarah mengatakan, konstitusi mengatur prinsip persamaan di hadapan hukum. Dengan demikian, seperti pemeriksaan terhadap saksi atau tersangka lain, Sri Mulyani seharusnya diperiksa di KPK.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu lalu menyinggung pengangkatan Sri Mulyani sebagai pejabat teras Bank Dunia di tengah polemik dugaan keterlibatannya dalam Century tahun 2010.
"Pada waktu itu menimbulkan kecurigaan publik bahwa pihak asing telah terlibat dan mengintervensi dalam penyelamatan Sri Mulyani dari kemungkinan terjerat hukum. Jika KPK memeriksa Sri Mulyani di AS, dapat diibaratkan KPK sedang berburu kancil di kandang macan," kata Basarah.
Basarah mengaitkan dengan anggaran operasional KPK yang masih sangat terbatas. Mengirim penyidik ke AS tanpa mencoba memanggil Sri Mulyani terlebih dulu, kata dia, hanya menghamburkan anggaran negara.
"Kecuali setelah tiga kali dipanggil Sri Mulyani tidak hadir, barulah masuk akal dan dapat disetujui jika penyidik KPK berangkat ke AS. Tetapi, itu untuk menjemput paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata dia.
Ketika dimintai tanggapan alasan KPK untuk mempercepat penyidikan, Basarah malah bertanya balik, "Apakah ada kesan selama ini institusi penegak hukum ingin mempercepat penyelesaian kasus Century?"
Seperti diberitakan, KPK akan memeriksa Sri Mulyani sebagai saksi di Amerika Serikat pada April 2013. Menurut KPK, pemeriksaan di AS agar mempercepat penyidikan. Tanpa menyebut nama, penyidik KPK nantinya juga akan terbang ke Tokyo dan Jepang untuk memeriksa saksi-saksi Century.
Sri Mulyani dianggap tahu seputar Century karena pernah menjadi Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Ketika masih menjadi Menkeu, Sri Mulyani mengaku kepada Jusuf Kalla (JK) selaku Wakil Presiden saat itu bahwa kegagalan Bank Century bukan disebabkan krisis.
Sri Mulyani juga mengaku telah tertipu laporan soal status gagal sistemik Bank Century. Pada 2012 lalu, Timwas Century juga sempat meminta Sri Mulyani turut dipanggil ke Parlemen. Hal ini menyusul pernyataannya bahwa dia telah melapor kepada JK soal bail out pada 21 November 2008 atau tak sampai 24 jam setelah hal tersebut dilakukan. Namun, JK membantah soal laporan itu. JK mengaku baru menerima informasi bail out pada 25 November 2008.
Sebelumnya, KPK juga meminta keterangan Sri terkait penyelidikan bail out Century. KPK pun sudah meminta keterangan Wakil Presiden Boediono yang juga mantan Gubernur Bank Indonesia. Dalam kasus Century, KPK menyatakan, mantan Deputi Pengawasan Bank Indonesia Siti Chalimah Fadjriyah dan Budi Mulya sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Namun, hingga kini surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Siti Chalimah Fadjriyah belum diterbitkan karena faktor kesehatan.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Bank Century
Apa Kabar Kasus Century?
Skandal Proyek Hambalang
Krisis Demokrat