Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Direktur Merpati Divonis Bebas

Kompas.com - 19/02/2013, 16:55 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis bebas mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA), Hotasi Nababan. Hotasi dianggap tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait penyewaan pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006.

Putusan ini dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Pangeran Napitupulu, Hendra Yosfin, dan Alexander Marwata, secara bergantian dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (19/2/2013).

"Menyatakan terdakwa Hotasi Nababan tidak terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam dakwaan primer dan tuntutan, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya," kata hakim Pangeran.

Putusan ini disambut tepuk tangan pendukung Hotasi yang memenuhi ruang persidangan. Hotasi sendiri tampak tenang duduk di kursi terdakwa sambil sesekali mengangguk mendengarkan putusan dibacakan hakim.

Menurut majelis hakim, baik dakwaan primer maupun dakwaan subsider yang diajukan tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung, tidak terbukti berdasarkan fakta persidangan. Tim JPU Kejaksaan Agung sebelumnya menuntut Hotasi dihukum empat tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Sementara menurut majelis hakim, Hotasi tidak terbukti menguntungkan diri sendiri atau menguntungkan Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) dalam penyewaan dua jenis pesawat Boeing tersebut. Meskipun hingga kini dua pesawat itu belum diterima PT MNA, kata hakim, Hotasi telah sesuai prosedur dalam menyewa dan membayarkan security deposit 1 juta dollar AS kepada TALG melalui kantor pengacara Hume & Associate.

"Perbuatan terdakwa menyewa dan membayarkan security deposit sudah dilakukan dengan transparan, hati-hati, beriktikad baik, tidak ada konflik kepentingan, dan sejalan dengan tata kelola perusahaan yang baik," kata hakim Pangeran.

Majelis hakim juga mempertimbangkan fakta yang menunjukkan bahwa PT MNA sampai saat ini masih mengupayakan agar TALG mengembalikan security deposit yang telah dibayarkan tersebut setelah perusahaan asing itu tidak mampu mendatangkan pesawat yang dijanjikannya kepada PT MNA. Selain itu, menurut hakim, PT MNA telah melakukan upaya gugatan kepada Alan Messner dan Jon C Cooper dari TALG.

Gugatan itu pun dimenangkan di Pengadilan Negeri Kolombia beberapa waktu lalu. "Majelis hakim tidak melihat adanya niat dari terdakwa yang bertujuan untuk memperkaya TALG dengan membayarkan security deposit 1 juta dollar AS. Dengan demikian, unsur menguntungkan diri sendiri suatu korporasi tidak terbukti menurut hukum," ujar hakim Pangeran.

Dalam putusannya, majelis hakim juga menyebutkan, KPK pernah melakukan penelaahan atas penyewaan pesawat oleh PT MNA ini. Dari penelaahan tersebut, KPK menyimpulkan tidak ada indikasi tindak pidana korupsi. Selain KPK, penyewaan pesawat ini pun pernah diselidiki Badan Reserse Kriminal Mabes Polri beberapa waktu lalu. Hasilnya, sama dengan KPK, Bareskrim Polri tidak menemukan unsur tindak pidana korupsi yang dapat menimbulkan kerugian negara.

Satu hakim beda pendapat

Putusan ini diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim anggota satu, Hendrya Yosfin. Menurut Hendra, Hotasi justru terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan subsider, melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Meskipun Hotasi tidak menerima keuntungan dari TALG, kata Hendra, perbuatannya dapat dianggap merugikan keuangan negara.

PT MNA, yang sebagian besar saham dimiliki negara, mengalami kerugian setidak-tidaknya 1 juta dollar AS karena hingga kini pesawat yang dibayarkan uang mukanya itu tidak pernah diterima PT MNA. "Uang dalam bentuk security deposit itu belum dikembalikan. Belum lagi biaya yang dikeluarkan MNA untuk persidangan di Amerika Serikat," ujarnya. Selain itu, menurut hakim Hendra, Hotasi tidak melakukan pengujian yang maksimal atas kredibilitas TALG.

Menanggapi putusan ini, Hotasi dan tim pengacaranya menyatakan menerima. Sementara tim jaksa Kejaksaan Agung menyatakan pikir-pikir apakah akan banding atau tidak.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com