Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebebasan Berekspresi Menjalar ke Negara Tetangga

Kompas.com - 09/02/2013, 02:05 WIB

Oleh ATMAKUSUMAH

Kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, termasuk kebebasan pers dan menyatakan pendapat, lambat laun menjalar ke negara-negara tetangga selama beberapa tahun terakhir.

Satu dasawarsa lalu, tiga negara di wilayah ini yang paling di- kenal dengan kebebasan berekspresi adalah Filipina, Thailand, dan Indonesia. Kemudian menjalar ke Kamboja. Sekarang mulai merambat di Myanmar (Burma), yang selama setengah abad dikuasai rezim militer.

Pemerintah Myanmar pada Agustus 2012 menghapus peraturan sensor sebelum dilakukan publikasi untuk semua media, kecuali film. Para wartawan Myanmar sangat terkejut dan hampir tak percaya ketika menerima pengumuman tentang putusan ini. Sebab, sensor untuk semua media—mulai dari isi surat kabar dan buku sampai ke sajak, lirik lagu, dan karya fiksi, termasuk dongeng—sudah berlangsung sejak 1964. Sampai tahun lalu, pers Myanmar bahkan tak boleh memuat laporan tentang tokoh oposisi Aung San Suu Kyi atau fotonya.

Akan tetapi, menurut organisasi antisensor di London, Article 19, yang dikutip jurnal IFEX Communique, para wartawan Myanmar masih harus menyerahkan tulisan mereka ke badan sensor setelah dipublikasikan. Dengan demikian, masih ada ancaman bagi kebebasan pers.

Masih ada hambatan

Dengan kian cepatnya pertumbuhan kebebasan berekspresi di negara-negara Asia Tenggara, yang bahkan mulai merambat ke daratan China, tidak berarti kebebasan ini sudah sepenuhnya ditegakkan. Hambatan bagi perkembangan kebebasan berekspresi tidak hanya masih terjadi di Myanmar, tetapi juga di negara-negara tetangganya, seperti Thailand, Filipina, dan Indonesia yang sudah jauh lebih lama mengawali reformasi politik.

Di Myanmar, dengan dihapusnya sensor sebelum publikasi bagi media pers, surat kabar sekarang dapat diterbitkan sebagai harian, kecuali surat kabar swasta yang tidak boleh terbit setiap hari. Pada masa lalu, ketika berlaku peraturan sensor, surat kabar hanya dapat terbit mingguan karena diperlukan waktu cukup lama untuk menunggu hasil penelitian di badan sensor.

Hambatan yang sekarang dihadapi pers Myanmar adalah pasal-pasal dalam perundang-undangan yang tak jelas sehingga multitafsir. Selain itu, UU dapat memenjarakan wartawan dan membredel media mereka. Ada pula peraturan yang melarang publikasi komentar seperti ”kritik negatif terhadap kebijakan negara dan pemerintah” serta ”kritik negatif terhadap kebijakan ekonomi negara”.

Filipina tergolong negeri yang paling berbahaya di dunia bagi para pengelola media pers. Sejak memiliki kembali pemerintahan sipil pada 1986, lebih dari 150 petugas pers—termasuk wartawan—terbunuh di Filipina. Salah satu penyebab banyaknya korban yang terbunuh di kalangan pers diduga karena adanya kebudayaan impunitas, yaitu lambannya penegakan hukum. Impunitas menyebabkan orang-orang yang memiliki potensi melakukan kekerasan tak merasa takut dan jera menghadapi tindakan hukum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com