Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebebasan Berekspresi Menjalar ke Negara Tetangga

Kompas.com - 09/02/2013, 02:05 WIB

Di Thailand, berlaku UU pidana yang keras bagi warga, termasuk pengasuh media pers, yang dituduh ”mencemarkan nama baik, menghina, atau mengancam raja, ratu, pewaris takhta, atau wali”. Hukumannya 3-5 tahun penjara. Korban hukum ini paling akhir adalah Somyot Prueksakasemsuk, pemimpin redaksi terkemuka yang dijatuhi hukuman 11 tahun penjara akhir Januari lalu. Pada 2010 dia memuat dua tulisan dalam majalah politiknya, Voice of Taksin.

Menurut para jaksa, kedua tulisan itu— yang ditulis oleh mantan juru bicara Perdana Menteri Thaksin Shinawatra—memberi gambaran negatif mengenai kerajaan. Mantan juru bicara itu kini mengungsi di Kamboja.

Masih berat

Pers dan publik di Indonesia juga masih menghadapi sejumlah perundang-undangan dengan ancaman hukuman yang keras, berupa penjara atau denda (pidana) dan ganti rugi (perdata) yang berat, ketika warga dan pers dihadapkan pada tuduhan pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan, atau penistaan. Pasal-pasal hukum ini makin tak populer di dunia internasional sehingga banyak negara menghapus pasal-pasal itu dari UU pidana walaupun masih mempertahankannya dalam UU perdata dengan sanksi hukum ganti rugi ringan.

Sebagaimana dikatakan oleh Menteri Informasi Etiopia Bereket Simone, seperti diberitakan The Daily Monitor di Addis Ababa bulan September 2004, ”Denda yang lebih ringan akan mendorong kebebasan berekspresi.” Dengan kata lain, orang tak menjadi penakut untuk mengemukakan pendapatnya. Adapun penggunaan UU pidana dengan sanksi hukum badan atau penjara bagi gugatan defamation atau libel, menurut Komite Hak-hak Asasi Manusia PBB, merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi. Pendapat Komite HAM PBB ini, mengenai pasal-pasal hukum seperti fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, dan penistaan, dikemukakan bulan Oktober 2011.

Para penegak hukum di Indonesia bahkan kadang-kadang tidak menggunakan UU Pers, yang sekarang berlaku, dalam kasus-kasus pers. Contoh paling akhir adalah putusan pidana dan perdata terhadap Khoe Seng Seng atau Aseng, penulis surat pembaca yang dimuat di Kompas dan Suara Pembaruan. Surat pembaca adalah produk pers, yang dalam prinsip pekerjaan pers merupakan tanggung jawab pemimpin redaksi. Prinsip ini juga tecermin dalam UU Pers kita yang sudah berumur lebih dari satu dasawarsa.

Aseng dijatuhi hukuman ganti rugi Rp 1 miliar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk gugatan perdata PT Duta Pertiwi. Putusan ini dibatalkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta karena media pers yang menyiarkan surat pembaca tersebut tidak dilibatkan dalam perkara ini. Namun, putusan kasasi Mahkamah Agung, yang diumumkan Januari lalu, kembali menjatuhkan hukuman ganti rugi Rp 1 miliar kepada Aseng. Ia juga dijatuhi hukuman penjara enam bulan dengan masa percobaan 12 bulan dalam vonis Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk gugatan pidana dari perusahaan yang sama terhadap surat pembaca itu. Hukuman badan ini tidak berubah dalam putusan banding di pengadilan tinggi dan putusan kasasi di Mahkamah Agung.

Sebagian hakim kita agaknya masih sangat ketat berpegang pada yuridis formal tanpa memedulikan perkembangan situasi sosial-politik yang tengah berubah pesat menuju penghargaan yang lebih besar kepada hak asasi manusia dan keadilan. Putusan hukum yang konservatif ini, serta tindakan kekerasan yang masih terjadi terhadap wartawan dan pers kita, menyebabkan organisasi pengamat pers internasional menempatkan kebebasan pers di Indonesia pada tingkat yang lebih rendah daripada di beberapa negara tetangga, seperti Papua Niugini, Kamboja, dan Timor Leste.

ATMAKUSUMAH Pengamat Pers dan Pengajar Jurnalisme di Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) di Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com