Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati Dituntut Lima Tahun Penjara

Kompas.com - 14/01/2013, 13:16 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) Hartati Murdaya Poo dituntut hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Dia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. Tuntutan ini dibacakan tim penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/1/2013).

"Kami menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor yang mengadili perkara ini, memutuskan, menyatakan, terdakwa Siti Hartati Murdaya terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa Eddy Hartoyo.

Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan pertama. Pasal tersebut memuat ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun penjara. Dengan demikian, tuntutan lima tahun penjara ini merupakan hukuman maksimal yang diminta jaksa kepada hakim. Jaksa KPK menilai, ada sejumlah hal yang memberatkan Hartati, yakni tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak mengakui perbuatannya, menyebabkan investasi yang tidak maksimal di Indonesia Timur, khususnya di wilayah Buol, memanfaatkan lahan perkebunan dengan tidak jujur, dan memobilisasi massa sehingga dianggap dapat mengganggu proses perkara.

"Terdakwa sadar pemberian kepada Amran adalah perbuatan tercela," kata jaksa Eddy.

Menurut jaksa, pemberian uang senilai total Rp 3 miliar tersebut merupakan "barter" karena Amran telah mendantangani surat-surat terkait perizinan lahan seperti yang diminta Hartati. "Yaitu surat rekomendasi tim lahan Kabupaten Buol atas izin PT Sebuku seluas 4.500 hektar, surat bupati Buol kepada Gubernur Sulteng perihal izin usaha perkebunan atas nama PT CCM seluas 4.500 hektar, surat bupati kepada Kepala BPN terkait HGU kebun kelapa sawit seluas 4.500 hektar, serta atas sisa lahan lainnya seluas 75.000 atas nama PT CCM dan PT HIP yang belum ada HGU-nya agar lahan tersebut tidak diberikan kepada PT Sonokeling Buana," ungkap jaksa Eddy. Pada April 2011, Hartati mengadakan pertemuan dangan Amran, Totok (Direktur PT HIP), dan Arim (Financial Controller PT HIP) di JI Expo Pekan Raya Jakarta.

Dalam pertemuan yang membahas masalah pencalonan kembali Amran sebagai Bupati Buol itu, Hartati menyampaikan kepada Amran supaya membantu penerbitan surat-surat terkait IUP dan HGU terhadap tanah seluas 4.500 hektar dan 75.000 hektar tersebut. Atas permintaan Hartati tersebut, Amran berjanji akan membantunya. Pertemuan itu dilanjutkan dengan pembicaraan di Hotel Grand Hyatt Jakarta. Dalam pertemuan kedua, Hartati kembali menyampaikan kepada Amran agar membantu penerbitan surat-surat tersebut. Disepakati, Hartati akan memberikan uang Rp 3 miliar kepada Amran dengan rincian Rp 1 miliar melalui Arim dan Rp 2 miliar sisanya melalui Gondo Sudjono.

Pemberian uang pun direalisasikan dalam dua tahap, yakni pada 18 Juni 2012 senilai Rp 1 miliar melalui Arim dan Yani Anshori serta pada 26 Juni sebesar Rp 2 miliar melalui Gondo dan Yani. Sebelum pemberian kedua, Hartati menghubungi Amran melalui telepon genggam milik Totok Lestiyo. Menurut rekaman pembicaraan telepon itu, Hartati mengucapkan terima kasih karena sudah bersedia membantu. Dia juga terdengar meminta kepada Amran agar segera mengurus izin-izin lahan yang diminta dan menjanjikan untuk barter lagi dengan "dua kilo" atau dua miliar uang.

Dalam surat tuntutannya, tim jaksa KPK juga tidak sependapat dengan keterangan Yusril Ihza Mahendra selaku saksi ahli yang diajukan pihak Hartati. Saat bersaksi dalam persidangan sebelumnya, Yusril menilai pemberian uang kepada Amran yang sedang cuti mengikuti kampanye Pemilkada Buol 2012 itu bukanlah suap, melainkan pelanggaran undang-undang pemilihan kepala daerah. Sementara menurut jaksa, Amran tetap dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara saat menerima uang tersebut.

"Walaupun pertemuan kedua terjadi saat Amran sedang kampanye, tidak serta-merta uang itu tidak dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara karena kesepakatan pemberian uang sudah dimulai sejak pertemuan pertama," kata jaksa Eddy.

Hartati ajukan pembelaan

Mendengarkan tuntutan ini dibacakan, Hartati tampak mencatat. Sesekali mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu tertunduk seolah mengantuk. Ketua majelis hakim Gusrizal sempat menegur Hartati, "Terdakwa, apakah mendengarkan tuntutan?" begitu melihat Hartati tertunduk seperti tertidur.

Atas tuntutan jaksa tersebut, Hartati dan tim pengacaranya akan mengajukan pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan dalam persidangan selanjutnya.

Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik:
Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

    Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

    Nasional
    Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

    Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

    Nasional
    Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

    Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

    Nasional
    Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

    Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

    Nasional
    Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

    Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

    Nasional
    Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

    Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

    Nasional
    Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

    Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

    Nasional
    Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

    Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

    Nasional
    Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

    Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

    Nasional
    Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

    Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

    Nasional
    Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

    Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

    Nasional
    Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

    Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

    Nasional
    Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

    Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

    Nasional
    Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

    Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com