JAKARTA, KOMPAS.com — Fraksi Partai Demokrat menyayangkan pernyataan Rizal Mallarangeng yang mulai menyentuh substansi kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Demokrat melihat bahwa pernyataan Rizal tidak etis dan bisa berpotensi dipolitisasi banyak pihak. Demikian disampaikan Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf, Rabu (26/12/2012), dalam jumpa pers, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan.
"Kami mendukung ketika Pak Rizal ingin meminta keadilan bahwa dirinya merasa disangkutpautkan, tetapi kami jadi sangat terkejut ketika kemudian ini berubah dan ke mana-mana," ujar Nurhayati.
Menurutnya, apa yang disampaikan Rizal tentang kasus Hambalang beberapa waktu lalu bisa menimbulkan opini yang berbeda. Ia menilai, pernyataan Rizal bukan lagi pembelaan terhadap kakaknya, Andi Mallarangeng, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.
"Bagaimanapun juga Pak Andi Mallarangeng ini masih kader Demokrat, sementara Pak Rizal Mallarangeng adalah kader Golkar. Ini akan lari ke mana-mana kalau Pak Rizal tidak konsekuen dan konsisten dengan pernyataan awalnya tidak akan ikut campur proses hukum," papar Nurhayati.
Ia mengkhawatirkan pernyataan Rizal menjadi bersifat politis karena latar belakang partai yang berbeda. "Kalau masuk ke politis, ini menjadi tidak etis. Pak Rizal Mallarangeng harus hormati Pak Andi Mallarangeng meski bukan pengurus Demokrat lagi, tetapi dia (Andi) tetap menjadi kader Demokrat," kata anggota Komisi I DPR ini.
Kekuatan besar di proyek Hambalang
Sebelumnya, Rizal Mallarangeng, juru bicara Andi Mallarangeng, mengungkapkan sejumlah temuan hasil penelusurannya terkait kasus dugaan korupsi proyek Hambalang yang telah menjerat Andi sebagai tersangka. Menurut Rizal, ada kekuatan besar yang bermain dalam kasus ini.
"Ada kekuatan besar itu pasti, tetapi masa bisa sih dua menteri nggak teken (pengajuan kontrak tahun jamak), tetapi langsung disetujui Menkeu. Tidak mungkin Pak Wafid (Sesmenpora) yang atur semuanya," ujar Rizal, Jumat (21/12/2012), dalam jumpa pers di Jakarta.
Rizal juga menyoroti proses penerbitan surat hak tanah untuk Hambalang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia menilai, ada keanehan karena tanah itu sudah bertahun-tahun menjadi tanah sengketa, tetapi kemudian bisa dipakai Kemenpora.
"Kita harus lihat Pak Joyo Winoto (Kepala BPN saat itu) itu ternyata teman baik dari Anny (Dirjen Anggaran Kemenkeu saat itu). Mereka sama-sama dari Brighton Institute. Anny juga merupakan orang dekat SBY, lingkaran dekat Istana," ucap Rizal.
Setelah menyinggung adanya kedekatan orang-orang tertentu dengan pihak Istana, Rizal menyinggung pula peran Komisi X DPR yang merupakan mitra kerja Kemenpora. Pokja Anggaran Komisi X menjadi pihak yang paling mengerti soal pengajuan anggaran Hambalang.
"Untuk Hambalang karena ini proyek olahraga maka ada di Pokja Anggaran Komisi X. Siapa Ketua Fraksi Partai Demokrat saat itu? Saya tidak bilang, Anda yang sebut," katanya.
Ketua Fraksi Demokrat saat itu adalah Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Sementara bendahara fraksi Demokrat adalah M Nazaruddin, yang paling sering menyebut keterlibatan Anas dalam perkara Hambalang.
Bukti keterlibatan Demokrat lainnya, sebut Rizal, dalam hal pengurusan sertifikat tanah. Pengambilan sertifikat tanah dilakukan anggota Komisi II dari Fraksi Demokrat Ignatius Mulyono. Padahal, lazimnya, hal ini diurus oleh kementerian terkait yang memiliki proyek itu. Menurutnya, keanehan proyek Hambalang sudah tampak sejak proses lelang yang awalnya diikuti oleh perusahaan yang semuanya merupakan BUMN sehingga terlihat seperti diatur. Pemenang lelang Adhi Karya disebutnya hanya sebagai broker yang kembali mendelegasikan tugasnya kepada subkontraktor PT Dutasari Citralaras dan PT Global Daya Manunggal. Bos PT Dutasari, Machfud Suroso, bahkan memiliki kedekatan dengan Partai Demokrat. Ia adalah Ketua DPD Demokrat Jawa Timur dan juga teman dekat Anas Urbaningrum.
Dengan rangkaian konstruksi kasus yang dibuatnya, apakah Rizal menduga kasus ini terkait Kongres Partai Demokrat pada tahun 2010 lalu? "Barangkali, tetapi itu kan Mei dan ini akhir 2010. Bagus bagi penyidik agar jangan lupa konteks axis of power yang ada dalam kasus ini," kata Rizal lagi.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang