JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Wa Ode Nurhayati mengajukan upaya banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menghukumnya enam tahun penjara. Wa Ode dianggap terbukti melakukan dua perbuatan pidana, yakni menerima suap senilai Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha terkait alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dan melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan dana Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.
“Saya dan tim kuasa hukum akan mengajukan upaya hukum banding,” kata Wa Ode kepada majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/10/2012). Adapun jaksa penutut umum KPK tidak menyatakan sikap apapun atas putusan majelis hakim ini.
Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Wa Ode dihukum 14 tahun penjara untuk dua perbuatan tindak pidana. Jaksa juga menuntut agar Wa Ode dikenakan denda Rp 500 juta untuk masing-masing tindak pidana. Namun, dalam putusannya, majelis hakim hanya menjatuhkan pidana denda Rp 500 juta yang dapat diganti kurungan enam bulan.
Hakim menilai, politisi Partai Amanat Nasional itu terbukti melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan kesatu primer, yakni Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan dakwaan kedua primer, Pasal 3 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian.
Wa Ode dianggap menerima pemberian hadiah atau janji berupa uang senilai Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha, yakni Fahd El Fouz, Paul Nelwan, dan Abram Noch Mambu melalui Haris Surahman. Pemberian tersebut terkait dengan upaya Wa Ode selaku anggota Panita Kerja Tranfer Daerah Badan Anggaran DPR dalam mengupayakan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa masuk dalam daftar daerah penerima alokasi DPID 2011.
Selain dianggap terbukti menerima suap, Wa Ode juga dinilai melakukan tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan fakta persidangan, Wa Ode menempatkan uang sejak 2010 hingga 2011 dalam rekeningnya senilai total Rp 50,5 miliar. Selanjutnya, uang tersebut ditranfer, dialihkan, dibelanjakan, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahui berasal dari tindak pidana korupsi.
“Ketika menjadi anggota DPR, 2010, terdakwa tidak pernah melaporkan kepemilikan rekening tersebut olehkarena menempatkan uang di rekening tersebut sejumlah Rp 50,5 miliar dengan tujuan menyamarkan,” kata hakim Alexander membacakan putusan.
Mengenai argumen Wa Ode yang mengaku kalau uang dalam rekeningnya itu merupakan hasil usaha bisnis sampingannya di Merauke dan Sulawesi Tengah, hakim menilai pengakuan itu tidak dapat dibuktikan Wa Ode dalam persidangan.
“Semua saksi yang diajukan terdakwa mengatakan bahwa untuk melakukan transaksi selalu tunai, tidak pernah transfer di bank. Kemudian waktunya bersamaan dengan kedudukan terdakwa sebagai anggota DPR dan anggota Banggar sehingga majelis hakim berkeyakinan bahwa menempatkan harta kekayaan tersebut bukan terkait bisnis melainkan terkait kedudukan terdakwa sebagai anggota Banggar dananggota DPR,” pungkas hakim Alexander.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.