Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR: Putusan MA Vonis Bebas Gembong Narkoba Aneh

Kompas.com - 11/10/2012, 16:10 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan hukuman mati dan meringankan hukuman terhadap para terpidana kasus narkoba dipertanyakan. Pasalnya, selama ini MA tidak pernah mengabulkan peringanan hukuman bagi terpidana kasus narkoba.

Hal ini diungkapkan, Wakil Ketua DPR, Kamis (11/10/2012), di Kompleks Parlemen, Jakarta. "Bagi saya, keputusan MA itu berlaku seharusnya tidak berubah-ubah, dan secara terus-terusan. Kalau kemudian keputusan itu mengalami perubahan, ini menunjukkan ada sesuatu yang aneh," kata Pramono.

Pramono melihat kejahatan narkoba sudah menjadi kejahatan luar biasa karena bisa menghancurkan generasi bangsa dan dianggap tindakannya lebih berat dari pidana lainnya. "Maka dengan demikian tindakan MA yang merubah itu menjadi tanda tanya besar," ujarnya.

Untuk menelusur keanehan putusan MA itu, Pramono menuturkan, Komisi Yudisial (KY) perlu turun tangan untuk meneliti fenomena ini. "Publik sudah mempertanyakan, DPR juga mempertanyakan, maka KY yang punya wewenang bisa saja," kata Pramono.

Sementa itu, Ketua Komisi III DPR, Gede Pasek Suardika, meminta agar majelis hakim agung menjelaskan alasan pembatalan hukuman mati terhadap gembong narkoba. Majelis hakim harus meluruskan persepsi hukum termasuk pertimbangan ancaman narkoba yang sudah mengancam kehidupan. "Hakim harus menjelaskan kepada publik pertimbangan hukum kenapa memutuskan seperti itu? Jelaskan, bikin tradisi itu. Hakim jangan ngomong macam-macam untuk popularitas di luar kewenangannya," ujar Pasek.

Pasek menilai hakim memiliki pertimbangan sendiri dalam memutuskan vonis bebas dan pengurangan hukuman terhadap terpidana kasus narkoba. "Memang ada maksimal hukuman mati untuk kasus hukum narkoba, tetapi itu maksimal. Hakim lah yang bisa memutuskan apakah kasus itu pantas mendapatkan hukuman maksimal mati atau tidak. Tapi ini harus dijelaskan," katanya lagi.

Seperti diberitakan, MA membatalkan vonis mati beberapa terpidana kasus narkoba. Terakhir, pembatalan itu diberikan kepada Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed Majid.

Sebelumnya, Deni divonis mati oleh MA atas kasus kepemilikan 3 kg kokain dan 3,5 kg heroin. MA lalu menghukum dengan pidana penjara seumur hidup. Sebelumnya, MA juga membatalkan vonis mati kepada warga Nigeria Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin. Hukuman diubah menjadi penjara 12 tahun. Selain itu, putusan sama diberikan kepada Hengky Gunawan. Hukuman diubah menjadi 15 tahun penjara.

Secara terpisah, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, sekaligus Hakim Konstitusi, menyatakan, putusan anulir vonis hukuman mati Mahkamah Agung (MA) atas pemilik pabrik narkotika Henky Gunawan tidak mengikat. Akil melihat masih ada celah untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) bagi pihak yang tidak puas atas putusan MA tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com