JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang No.12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Putusan tersebut menyatakan, penegak hukum terutama Kejaksaan dan Polisi Republik Indonesia (Polri) tidak lagi harus meminta persetujuan tertulis dari Presiden untuk melakukan proses hukum penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang terlibat perkara dugaan korupsi.
"Sebelum adanya putusan MK ini, masalah perijinan adalah kendala dalam menangani kepala daerah yang terindikasi korupsi. Putusan ini memperlancar upaya pemberantasan korupsi," kata Dirtipikor Bareskrim Polri Ahmad Wiagus dalam Konferensi Pers di kantor ICW, Jakarta, Selasa (2/10/2012).
Agus menjelaskan, terkait putusan tersebut, Polri segera mensosialisasikan hal tersebut ke Bareskrim hingga polres agar pemberantasan korupsi makin efektif. Putusan MK tersebut, akan menjadi pedoman bagi seluruh penyelidik dan penyidik Kepolisian ketika menangani perkara korupsi kepala daerah.
"Putusan MK itu tentu tidak akan dilakukan dengan seenaknya saja. Harus sesuai dengan semangat penegakan hukum dan tetap harus sesuai prosedur," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kejaksaan Agung (Kejagung) Adi Toegarisman menjelaskan, Kejagung segera melaksanakan putusan MK yang sudah bersifat final dan mengikat. Ia menegaskan, putusan itu dijadikan pedoman Kejagung saat menyelidiki dan menyidik perkara dugaan korupsi kepala daerah.
"(Putusan) itu harus kami laksanakan. Saat ini, masih dipelajari untuk dibuat pedoman di Kejari dan Kejati," kata Adi.
Sementara itu, Kepala biro (Kabiro) Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Zudan Arif Fakrulloh, mengungkapkan, sebelum putusan MK, telah beradar Surat keputusan dari Mahkamah Agung tertanggal 3 Agustus 2012 yang menerangkan penyelidikan dan penyidikan kepala daerah termasuk DPR dan DPRD kabupaten/kota/provinsi tidak perlu meminta ijin atau persetujuan terlebih dahulu dari Presiden.
"Surat edaran MA itu tidak hanya berlaku buat kepala daerah saja tapi juga anggota legislatif (DPR), jadi bisa dikatakan kalau penyelidikan dan penyidikan aparat penegak hukum tidak perlu ijin dahulu (Presiden)," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.