Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SRMC: Jokowi-Basuki Unggul Untungkan Prabowo Ketimbang Mega

Kompas.com - 23/09/2012, 14:43 WIB
Joe Leribun

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pilkada DKI Jakarta bukan hanya diramaikan isu SARA, melainkan juga menyeret isu nasional tentang pencapresan Prabowo dan Megawati Soekarnoputri di Pilpres 2014. Di antara keduanya, ternyata Prabowo lebih diuntungkan dari keunggulan Jokowi-Basuki.

Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada 7 hingga September 2012. Survei pra-pilkada dan exit poll putaran kedua itu menunjukkan bahwa, jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, 19,1 persen responden memilih Prabowo, sedangkan Mega hanya berada di urutan kedua dengan 10,1 persen.

Sementara capres yang diusung Golkar, Aburizal Bakrie, hanya mendapat 7 persen. Tokoh nasional lainnya, seperti Hatta Rajasa dan Anas Urbaningrum, hanya berada di bawah angka 7 persen.

Yang menarik, pemilih Jokowi-Basuki 25 persen memilih Prabowo dan hanya 13 persen memilih Megawati sebagai presiden pada Pemilu 2014. Sementara itu, 13 persen pemilih Foke-Nara memilih Prabowo, hanya 8 persen yang memilih Megawati.

Menurut penelitian ini, secara umum pemilih pasangan Jokowi-Basuki lebih berhubungan dengan pemilih Prabowo dibandingkan dengan pemilih Megawati. Pilkada DKI Jakarta dan hasilnya lebih memperkuat Prabowo di tingkat massa pemilih dibandingkan dengan Megawati.

"Ini merupakan fakta baru sebab tidak pernah terjadi dalam survei nasional maupun pilkada di daerah lain, pendukung Prabowo jauh lebih besar dari pemilih Megawati ketika simulasi dilakukan secara terbuka," papar CEO SMRC Grace Natalie saat mempresentasikan hasil survei SMRC di Morrissey Serviced Apartment Hotel, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (23/92012).

Fakta bahwa Jokowi-Basuki menang dalam Pilkada DKI apakah menunjukkan bahwa latar belakang Prabowo yang dinilai pernah melakukan pelanggaran HAM berat tidak penting bagi pemilih Jakarta.

"Apakah menunjukkan bahwa opini Prabowo berada di belakang kerusuhan rasial terhadap warga Tionghoa pada Mei 1998 tidak menjadi masalah penting bagi pemilih Jakarta," tutur Grace.

Survei ini menunjukkan bahwa pada umumnya, yakni 59 persen, warga tidak tahu bahwa Prabowo diberhentikan dari dinasnya sebagai perwira TNI karena dinilai melakukan pelanggaran HAM berat.

"Jadi, efek isu pelanggaran HAM oleh Prabowo tidak diketahui oleh warga Jakarta pada umumnya dan ini yang membuat isu Prabowo tersebut tidak terlihat penting dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta," papar Grace.

Di samping itu, terangnya, walaupun masyarakat tahu isu tersebut, jika Prabowo cukup bisa meyakinkan massa bahwa pelanggaran HAM tersebut tidak benar, dengan sendirinya tidak menghambat Jokowi-Basuki dan ambisi Prabowo untuk menjadi presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com