Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejakgung Tunggu Jawaban PNG soal Djoko Tjandra

Kompas.com - 15/09/2012, 09:02 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga kini Kejaksaan Agung belum berhasil menindaklanjuti proses hukum terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, pada pemerintah Papua Niugini (PNG). Kejakgung mengaku masih menunggu jawaban pemerintah PNG atas surat permohonan ekstradisi.

"Terkait Djoko Tjandra sudah kita bicarakan, adakan pertemuan tim terpadu. Pemerintah di sana baru mulai pemerintahan baru. Melalui perwakilan di sana, kita desak supaya menindaklanjuti surat yang pernah kita kirim. Kita sudah kirim surat ekstradisi ke sana," kata Wakil Jaksa Agung Darmono, di Kejaksaan Agung, Jumat (14/9/2012).

Kejakgung juga menunggu jawaban atas kerja sama kedua negara untuk mempercepat proses hukum Djoko Tjandra. Darmono berharap, pemerintahan baru PNG dapat menindaklanjuti permohonan tersebut. Kejakgung pun akan mematuhi aturan hukum yang berlaku di PNG.

"Harapannya ada jawaban. Apakah kita ke sana atau pemerintah di sana ke sini. Kita akan minta konfirmasi ke pemerintah di sana. Kemarin minta difasilitasi, nanti perlu anggaran negara. Nanti dibicarakan dengan DPR. Kita akan memastikan lagi bagaimana, apakah sana ke sini atau sebaliknya," terangnya.

Seperti diketahui, dalam masa transisi pemerintahan yang baru setelah terpilihnya Perdana Menteri (PM) Peter O' Neil itu, pembahasan pemulangan Djoko pun sempat terhambat. Djoko diketahui telah menjadi warga negara Papua Niugini pada bulan Juni 2012. Pindahnya kewarganegaraan Djoko diinformasikan oleh Duta Besar Papua Niugini di Indonesia, Peter Ilau, yang mendatangi kantor Kejaksaan Agung.

Menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, Djoko diduga kuat memalsukan data permohonan menjadi warga negara Papua Niugini. Sebab, persyaratan untuk menjadi warga negara suatu negara harus bebas dari masalah hukum.

Dalam kasusnya, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby pada Juni 2009. Hal itu dilakukannya sehari sebelum Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan atas perkaranya. MA menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com