JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga kini Kejaksaan Agung belum berhasil menindaklanjuti proses hukum terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, pada pemerintah Papua Niugini (PNG). Kejakgung mengaku masih menunggu jawaban pemerintah PNG atas surat permohonan ekstradisi.
"Terkait Djoko Tjandra sudah kita bicarakan, adakan pertemuan tim terpadu. Pemerintah di sana baru mulai pemerintahan baru. Melalui perwakilan di sana, kita desak supaya menindaklanjuti surat yang pernah kita kirim. Kita sudah kirim surat ekstradisi ke sana," kata Wakil Jaksa Agung Darmono, di Kejaksaan Agung, Jumat (14/9/2012).
Kejakgung juga menunggu jawaban atas kerja sama kedua negara untuk mempercepat proses hukum Djoko Tjandra. Darmono berharap, pemerintahan baru PNG dapat menindaklanjuti permohonan tersebut. Kejakgung pun akan mematuhi aturan hukum yang berlaku di PNG.
"Harapannya ada jawaban. Apakah kita ke sana atau pemerintah di sana ke sini. Kita akan minta konfirmasi ke pemerintah di sana. Kemarin minta difasilitasi, nanti perlu anggaran negara. Nanti dibicarakan dengan DPR. Kita akan memastikan lagi bagaimana, apakah sana ke sini atau sebaliknya," terangnya.
Seperti diketahui, dalam masa transisi pemerintahan yang baru setelah terpilihnya Perdana Menteri (PM) Peter O' Neil itu, pembahasan pemulangan Djoko pun sempat terhambat. Djoko diketahui telah menjadi warga negara Papua Niugini pada bulan Juni 2012. Pindahnya kewarganegaraan Djoko diinformasikan oleh Duta Besar Papua Niugini di Indonesia, Peter Ilau, yang mendatangi kantor Kejaksaan Agung.
Menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, Djoko diduga kuat memalsukan data permohonan menjadi warga negara Papua Niugini. Sebab, persyaratan untuk menjadi warga negara suatu negara harus bebas dari masalah hukum.
Dalam kasusnya, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby pada Juni 2009. Hal itu dilakukannya sehari sebelum Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan atas perkaranya. MA menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.