Miranda mengatakan, sebelum ada pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, dia tidak pernah melakukan pertemuan dengan siapa pun dari anggota DPR. Baru kemudian ada inisiatif bertemu dari Fraksi PDI-P.
”Bukan saya yang punya inisiatif pertemuan itu Yang Mulia, melainkan dari PDI-P,” kata Miranda dalam sidang atas kasusnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (10/9).
Dia menyanggupi tawaran tersebut karena dua alasan. Pertama, saat akan dicalonkan menjadi Deputi Gubernur Senior BI, dia sudah tidak menjabat lagi di BI. ”Saya hanya pegawai negeri di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sehingga ketika ada permintaan untuk bertemu, memperkenalkan diri, dan bertanya-tanya, saya tak bisa menolaknya,” kata Miranda.
Hakim menanyakan, apakah pertemuan itu dalam rangka lobi-lobi? ”Itu bukan lobi-lobi Yang Mulia, itu proses transparansi dan disclosure,” jawab Miranda.
Disclosure
Jaksa penuntut umum menanyakan, apakah Miranda sempat meminta dukungan kepada teman-teman dan keluarganya. Miranda menjawab,” Dari keluarga, tentunya saya minta dukungan moral dan doa. Dari teman-teman juga, intinya doain saya ya,” katanya.
Frase ”doain saya, ya” bagi Miranda dianggap sebagai ”mantra” setiap bertemu orang-orang, juga karena hal itu sudah menjadi etika ketimuran. ”Hampir tak pernah menggunakan kata-kata lain, otomatis sudah seperti mantra saja untuk mengucapkan kata-kata itu,” katanya.
Soal pertemuan dengan para politisi tersebut, dua saksi ahli yang hadir memaparkan, hal tersebut tidak melanggar baik tata tertib DPR maupun etika politik. Dua saksi ahli yang hadir adalah Guru Besar Ilmu Politik UI Burhan Jeffry Magenda dan Guru Besar Universitas Padjadjaran I Gede Panca Astawa.