Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pramono: Ego Polri Berlebihan

Kompas.com - 01/08/2012, 12:27 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Kepolisian yang sempat menahan seluruh dokumen hasil penggeledahan Komisi Pemberantasan Korupsi di Markas Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri menunjukkan ego yang berlebihan di tubuh Polri. Untuk itu, Polri diminta mengubah perilaku itu.

Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/8/2012), menyikapi tertahannya dokumen hasil penggeledahan di Markas Korps Lantas Polri kemarin.

Seperti diketahui, penggeledahan itu untuk kepentingan penyidikan dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan empat untuk ujian surat izin mengemudi. Mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo yang kini menjabat Gubernur Akademi Kepolisian telah ditetapkan tersangka dalam perkara itu oleh KPK.

"Tidak boleh ada lembaga manapun ketika ada aparat penegak hukum melakukan penegakan hukum lalu dihambat. Untung sudah ada jalan keluarnya," kata Pramono.

Pramono tak mau berspekulasi mengapa Kepolisian sampai menahan dokumen sitaan KPK. Namun, menurut dia, Korlantas memang menjadi tempat yang menghasilkan pendapatan cukup besar buat negara dan Polri. Pendapatannya diantaranya berasal dari kepengurusan SIM, STNK, dan BPKB.

"Yang penting barang bukti itu sudah ada di KPK. Proses (ditahan) sampai 24 jam itu perlu kita sesali," ucap politisi PDI Perjuangan itu.

Ketika ditanya apakah ia melihat ada upaya Polri melindung perwira tingginya lantaran tidak menjerat Djoko meskipun juga menanganai perkara itu, Pramono menilai wajar upaya melindungi korps. Menurut dia, upaya itu biasa terjadi di lembaga lain termasuk DPR.

Pramono juga mengapresiasi kerja KPK yang berani masuk dan mengungkap kasus korupsi di lingkungan Polri. Pasalnya, kata dia, selama ini publik hanya mendengar ada korupsi di institusi itu tapi tak bisa dibuktikan.

"Bagaimanapun masyarakat dan DPR memberi dukungan kepada KPK untuk menindaklanjuti itu," pungkas Pramono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com