Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Polisi Bersih

Kompas.com - 02/07/2012, 09:22 WIB

KOMPAS.com - Institusi kepolisian adalah sebuah ironi. Alih-alih berfungsi menciptakan rasa aman dan menegakkan hukum di masyarakat, lembaga ini banyak mendapat sorotan negatif. Oleh karena ulah oknum di dalamnya, membuat citranya pun, sebagaimana terekam dari survei Kompas, tahun ini menurun.

Masyarakat cenderung alergi bila harus berurusan dengan kepolisian karena khawatir terhadap tindakan pemerasan oleh oknum polisi. Kekhawatiran itu bukan tidak berdasar. Hasil survei menunjukkan mayoritas responden menyebut label ”uang” telanjur melekat ketika masyarakat mendengar kata ”polisi”.

Meskipun beberapa kali unsur pimpinan Polri mengimbau masyarakat untuk mewaspadai polisi-polisi pemeras yang berupaya mencari-cari masalah untuk kemudian meminta sejumlah uang, tetapi kasus pemerasan terus muncul. Bahkan, modus pemerasan oleh oknum polisi semakin bervariasi.

Pemerasan tidak hanya terjadi di jalan raya atau di seputar urusan administrasi surat dan perizinan. Jebakan narkoba merupakan salah satu modus yang tidak lagi rahasia bagi masyarakat. Kasus yang menimpa Aan Susandhi pada 14 Desember 2009 adalah salah satunya (Kompas, 30 Desember 2009). Polisi mengaku menemukan bubuk ekstasi 0,1467 gram di dompet Aan yang lalu dijemput polisi dari Polda Metro Jaya. Saat tes urine, hasilnya negatif. Namun, Aan tetap ditahan.

Modus pemerasan juga dilakukan tujuh oknum polisi yang mengaku anggota tim khusus antinarkoba. Mereka memeras korban dalam kasus jual-beli sabu di sebuah hotel di Jakarta Pusat. Dalam kasus lainnya, lima anggota Satuan Narkoba Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota meminta uang suap Rp 100 juta kepada seorang anggota keluarga tersangka pemakai sabu. Akhirnya mereka menjalani sidang disiplin pada 3 Maret 2011.

Tindakan pemerasan tidak terbatas pada soal narkoba. Modus lain yang juga marak terjadi adalah penggeledahan dengan surat tugas bertanda tangan palsu. Sebut saja aksi Komisaris RY dan Bripka S bersama seorang wartawan (tanpa media massa) yang menggeledah toko Ragam Makmur di Jakarta Pusat. Penggeledahan dilakukan dengan alasan pemilik toko menjual barang-barang palsu. Mereka mengancam akan menahan pemilik toko jika tidak membayar Rp 25 juta. Tindakan itu ternyata bukan yang pertama. Mereka biasa mendapat Rp 40 juta-Rp 100 juta dari setiap aksi pemerasan. Ketiganya kemudian ditangkap pihak kepolisian pada 3 Mei 2009.

Belakangan, pemerasan lewat telepon yang mengatasnamakan kepolisian juga terjadi. Modusnya menggiring korban untuk mentransfer sejumlah uang untuk kepentingan pembayaran biaya rumah sakit. Oknum yang berpura-pura bertindak sebagai aparat kepolisian menghubungi keluarga korban. Biasanya keluarga akan diberi informasi bahwa ada korban sedang sekarat akibat kecelakaan lalu lintas dan membutuhkan tindakan medis secepatnya. Selanjutnya, oknum akan menggiring keluarga korban untuk mentransfer sejumlah dana ke rekening tertentu untuk operasi di rumah sakit.

Citra polisi semakin tercabik mengingat bertambahnya aparat kepolisian yang tersandung perkara hukum akibat menerima suap. Aksi suap bahkan terjadi di berbagai unit dalam kepolisian. Bukan rahasia lagi jika mereka yang memiliki uang akan mendapatkan perlakuan khusus mulai dari kasus di jalan raya hingga mereka yang telah berada di penjara.

Keterlibatan oknum kepolisian dalam aksi pemerasan dan suap menunjukkan upaya bersih-bersih di dalam institusi kepolisian masih membutuhkan energi dan waktu yang cukup panjang. Masyarakat sepertinya masih harus sabar menanti polisi yang bersih. (Susanti Agustina/Litbang Kompas)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Nasional
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com