Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menembus Batas Memberantas Korupsi

Kompas.com - 30/04/2012, 10:01 WIB

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, Jumat (20/4), di Kota Semarang, Jawa Tengah, menggambarkan betapa korupsi terjadi sangat masif di Indonesia. Para penjahat begitu kuat dan solid, memiliki jaringan sangat luas dengan dana tak terbatas. Maka, mau tak mau penegak hukum harus berkejaran dengan kenyataan itu.

Bambang mengungkapkan hal itu dalam sesi bertema ”Menembus Batas” di Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC), Jumat (20/4). Sesi itu merupakan rangkaian dari pelatihan yang diikuti penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan, KPK, dan lembaga lain, seperti Badan Pemeriksa Keuangan serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Dalam sesi itu, Bambang banyak menyajikan ilustrasi yang membutuhkan cara berpikir di luar kebiasaan, think out of the box. Dengan begitu, dalam skema korupsi, orang dapat melihat bahwa ternyata ada bentuk segi 26 dalam sebuah segitiga besar berisi puluhan segitiga kecil serta bagaimana ternyata kambing dapat memanjat pohon.

Hal-hal tersebut kelihatannya mustahil. ”Padahal, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Jangan katakan impossible, tapi i’m possible,” ujarnya.

Bambang mengakui, banyak hambatan yang dihadapi penegak hukum di Indonesia, mulai dari keterbatasan personel, keterbatasan dana, keterbatasan sarana, hingga tekanan politik. Meskipun demikian, semangat untuk memberantas kejahatan, terutama korupsi, harus dijaga.

Ia menyebutkan, 78 persen pendapatan negara dari pajak berjumlah kira-kira Rp 800 triliun dari total APBN 2012 sebesar Rp 1.311 triliun. ”Bagaimana kalau 10 persen saja dari dana pajak itu jebol? Bayangkan jika satu orang seperti Gayus Tambunan bisa mendapat kekayaan Rp 75 miliar-Rp 80 miliar dari pajak yang seharusnya masuk dalam kas negara. Jika ada 10 orang saja, berapa uang negara yang hilang?” katanya.

Ketika menemukan sejumlah fakta, Bambang menekankan agar penegak hukum tak segera mengambil keputusan sebelum melihatnya secara utuh. Jangan menjadikan diri sendiri terbatas, menjadi miopic egocentric, dalam mengungkap suatu kasus. Untuk itu, soft competence para penegak hukum harus diubah.

”Orang-orang jahat jauh lebih dahsyat. Tidak ada pilihan lain selain memiliki visi yang menembus batas. Pemberantasan korupsi itu seperti lari maraton, bukan sprint. Karena itu, kita harus memiliki daya tahan yang kuat,” ujarnya.

Terkait soal JCLEC, lembaga ini didirikan pada 2004 atas kerja sama Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia, dan Kemitraan. Tahun 2008, JCLEC bekerja sama dengan Kantor Narkoba dan Kejahatan PBB melaksanakan pelatihan kerja sama antarlembaga penegak hukum. Tahun ini adalah masa terakhir dari program tersebut.

Salah seorang tenaga pendidik di JCLEC, Komisaris Besar Dwi Riyanto, menyebutkan, sudah ada 11.429 peserta pelatihan dari 51 negara. Sedikitnya 2.000 pelatih didatangkan dari sejumlah negara untuk membawakan materi. (Amanda Putri Nugrahanti)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com