Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Diyakini Akan Makin Jarang Ikut Rapat

Kompas.com - 14/04/2012, 16:51 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak berhenti dikritik publik terkait tingginya tingkat kemalasan anggota dalam menghadiri rapat paripurna maupun di komisi. Malasnya anggota Dewan itu berimbas pada buruknya tugas legislasi membuat undang-undang.

Di tahun 2013 hingga Pemilu 2014 diyakini kondisi itu akan semakin parah. Pasalnya, para anggota yang masih ingin menyandang status terhormat memilih lebih banyak berada di daerah pemilihan (dapil) ketimbang di DPR. Keyakinan itu disampaikan Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo di Jakarta, Sabtu ( 14/4/2012 ), jika melihat sistem pemilu proporsional terbuka yang dipilih dalam Undang-Undang Pemilu yang baru.

" (Pada) 2013 banyak yang tak lagi rapat. Dia harus pilih antara rapat di DPR atau sering turun ke dapil karena dekat pemilu," kata politisi PDI Perjuangan itu.

Banyaknya bangku kosong ketika rapat di paripurna dan di komisi menjadi pemandangan yang lumrah di DPR RI. Tingkat penyelesaian pembahasan RUU di setiap masa sidang selalu rendah. Terakhir, hanya dua dari 12 RUU prioritas yang disahkan Dewan.

Arif menjelaskan, dengan sistem pemilu terbuka, para calon legislatif harus bersaing baik dengan caleg dari parpol sendiri maupun parpol lain agar mendapat suara terbanyak. Caleg popular atau bermodal kuat yang berpeluang besar terpilih meskipun tak berkualitas.  Kecenderungan saat ini, kata dia, anggota malas rapat lantaran tak memahami apa yang dibicarakan. Hal itu diyakininya akibat sistem pemilu terbuka yang dipakai di 2004 .

Pandangan berbeda disampaikan Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Gede Pasek Suardika. Menurut dia, kondisi Dewan saat ini akibat sistem pemilu terbuka baru diterapkan. Dia meyakini akan ada perbaikan kedepannya. Dikatakan Pasek, pihaknya memilih sistem pemilu terbuka lantaran sistem itu meneguhkan kedaulatan ada di tangan rakyat karena bebas memilih caleg. Berbeda dengan sistem tertutup, caleg yang masuk ke DPR dipilih oleh parpol.

Menurut dia, dengan sistem pemilu tertutup, kader hanya akan loyal kepada petinggi partai agar mendapat nomor urut teratas ketika pemilu. Dengan begitu, peluangnya lebih besar ketimbang caleg di urutan terbawah.

Pasek menyindir para politisi yang mendesak menggunakan sistem tertutup dalam UU Pemilu yang baru. "Jangan karena saya dekat dengan ketua umum, dengan Sekjen, lalu membuat aturan supaya bisa lolos," kata dia.

Pandangan itu disanggah Arif. Menurut dia, penempatan nomor urut itu atas dasar kualitas. Di PDIP, kata dia, semakin teratas nomor urut caleg maka semakin berkualitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com