JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan membeberkan hasil survei kekerasan terhadap perempuan pada 2011. Hasil survei ini dikemukakan bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2012.
Dalam pemaparan survei ini disebutkan, ada sekitar 119.107 kasus kekerasan terjadi pada perempuan. Jumlah ini didapat dari 395 kembaga layanan perempuan korban kekerasan di 33 provinsi di Indonesia.
"Angka ini meningkat 13,32 persen dari tahun lalu, 105.103 korban. Perempuan masih tetap menjadi korban dalam berbagai kesempatannya bersosialisasi dengan lingkungannya," terang Anggota Komisioner Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan, Yustina Rostiawati, di Jakarta, Rabu (7/3/2012).
Jumlah korban tertinggi pada 2011 terjadi di daerah Jawa Tengah, yang mencapai angka 25.628 korban. Setelah Jawa Tengah, wilayah Jawa Timur menempati urutan kedua korban kekerasan dengan jumlah perempuan korban kekerasan 24.555, kemudian diikuti wilayah Jawa Barat 17.720, dan DKI mencapai angka 11.289.
Kekerasan seksual, kata Yustina, merupakan bentuk kekerasan paling mencuat dalam catatan Komnas Perempuan selama 2011, terutama di ranah domestik dan ranah publik. Dalam ranah domestik, kasus kekerasan terbanyak terjadi dalam rumah tangga, yaitu mencapai 113. 878 kasus, yang 110. 468 kasus di antaranya kekerasan terhadap istri. Sementara kekerasan lainnya terjadi dalam hubungan pacaran sebanyak 1.405 kasus.
Selain kekerasan dalam rumah tangga, Komnas Perempuan juga mencatat, kekerasan dialami wanita bermacam-macam, di antaranya kekerasan kejiwaan, yang mencapai 103. 691 kasus, kekerasan ekonomi sebanyak 3.222, kekerasan fisik sebanyak 2.790, serta kekerasan seksual sebanyak 1.398 kasus.
Namun demikian, angka tersebut belum termasuk kekerasan terhadap wanita yang dilakukan negara, seperti kekerasan oleh aparat sebanyak 31 kasus, pengambilan lahan sebanyak 6 kasus, serta pelayanan publik berkaitan dengan kewarganegaraan sebanyak dua kasus.
"Komnas juga mencatat ada 289 kasus trafficking perempuan, 105 kekerasan oleh pekerja migran, dan 43 kasus kekerasan di tempat kerja," terangnya.
Meski tercatat dalam sejumlah data itu, Yustina menilai, korban kekerasan terhadap perempuan kini layaknya fenomena gunung es. Karena pada kenyataanya, kata dia, masih banyak angka korban masih belum diketahui di seluruh wilayah Indonesia.
"Kekerasan terhadap perempuan ini tidak mudah, dan sangat sensitif. Dan, kalau kita lihat angka kekerasan sekarang ini, hanya yang ke lembaga pelayanan saja diketahui. Memang seperti gunung es, yang kelihatan pucuknya saja," ujar Yustina.
Ia mengatakan, hal tersebut terjadi karena kadang aparat keamanan justru melakukan pembiaran ketika ada laporan kekerasan terhadap perempuan.
"Masalahnya, ketika dia meminta pertolongan, justru menjadi korban kembali, seperti peristiwa perkosaan, malah disangsikan dan dinyatakan salahnya sendiri mengundang untuk diperlakukan kekerasan. Kalau sudah begitu, sangat susah bagi perempuan untuk mendapat perlindungan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.