Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterangan Muhaimin Diragukan

Kompas.com - 20/02/2012, 19:52 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesaksian Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, yang menyatakan tidak tahu menahu soal dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi, diragukan.

"Seharusnya dia (Muhaimin) tahu perihal surat B73 karena sama saja daerahnya dengan surat B97. Sama infrastrukturnya. Harusnya dia mengetahui itu untuk proyek yang sama," kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang menangani perkara dugaan suap PPID, M Rum, di Jakarta, Senin (20/2/2012).

Muhaimin menjadi saksi dalam kasus dugaan suap PPID untuk dua terdakwa, Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisnaya. Dalam persidangan, Muhaimin mengaku tidak tahu soal pengusulan dana PPID transmigrasi senilai Rp 500 miliar itu. Menurut Muhaimin, dia tidak pernah dilapori anak buahnya soal hal itu.

Adapun pengalokasian dana PPID, katanya, merupakan dana transfer daerah yang pertanggungjawabannya ada di Kementerian Keuangan dan pemerintah daerah. "Saya baru tahu DPPID sejak peristiwa ini, akhir Agustus. Sebelumnya saya tidak mengetahui apa yg disebut DPPID, anggaran dan kewenangan, tempat penganggarannya, DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Kemenkeu," paparnya.

Mendengar kesaksian Muhaimin ini, jaksa kemudian mencecar ketua umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa itu dengan pertanyaan seputar surat nomor B 97 yang ditandatangani Muhaimim. Surat itu berisi pengajuan usulan dana PPID Transmigrasi senilai Rp 988 miliar. Namun menurut Muhaimin, surat itu bukan terkait PPID melainkan pengajuan dana tambahan transmigrasi untuk APBN-Perubahan 2011.

Selain surat B 97, ada juga surat B 73 yang berisi tindaklanjut dari surat B 97 tersebut. Dalam surat B 73 yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Kemennakertrans, Muchtar Luthfi itu, usulan nilai dana PPID turun menjadi Rp 500 miliar. Namun Muhaimin mengaku baru mengetahui ihwal surat B 73 itu setelah diperiksa penyidik KPK.

"Saya baru tahu ada surat B 73, di KPK. Ini model baru. Sama sekali tidak pernah ada model pengusulan DPPID seperti ini," ungkapnya.

Setelah diperiksa KPK, katanya, Muhaimin baru mengetahui kalau surat B 73 itu terkait dana transfer daerah. Muhaimin mengaku tidak pernah dilapori Luthfi soal surat B 73 itu. Walaupun demikian, surat tersebut, kata Muhaimin, dinyatakan resmi dan sah karena ditandatangani Sekjen yang dapat mewakili menteri.

Atas penandatanganan surat B 73 itu, Muhaimin mengaku telah menegur Luthfi yang menurutnya tidak melapor. Selain soal usulan DPPID, keterangan Muhaimin terkait kedekatannya dengan M Fauzi, mantan anggota tim asistensi Menakertrans, juga diragukan.

Meskipun mengakui kalau istilah "Pak Ketum" adalah kode untuk dirinya, Muhaimin mengatakan kalau namanya hanya dicatut dalam pusaran kasus ini. Muhaimin merasa namanya dicemarkan karena dicatut oleh Fauzi, Ali Mudhori (mantan anggota DPR fraksi Partai Kebangkitan Bangsa), pengusaha Iskandar Pasojo alias Acos, Sindu Malik (mantan pegawai Kementerian Keuangan), dan Dhani Nawawi (staf mantan Presiden Abdurrahman Wahid).

Dalam transkrip rekaman pembicaraan antara Fauzi dan Ali Mudhori yang diputar di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu, terungkap istilah "pak ketum". Di situ, Fauzi mengataka kalau "pak ketum" ketakutan.

"Payah sekali ya, padahal itu yang narik si Dadong. Saya paham sih, tapi ketum-nya ketakutan, saya sudah cerita begini, begini," kata Fauzi seperti dalam transkrip rekaman.

Surat dakwaan Dadong dan Nyoman juga menyebutkan, Fauzi melaporkan pemberian commitment fee itu ke Muhaimin. Berdasarkan arahan "pak ketum", uang Rp 1,5 miliar dari pengusaha Dharnawati itu kemudian disimpan di ruangan Nyoman di kantor Kemennakertrans, Kalibata, Jakarta. "'ketum' memerintahkan uang itu di letakan di ruangan si Nyoman. Dan benar kan, uang itu ada di ruangan Nyoman?" kata M Rum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com