Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Kecam Pembatalan Pembebasan Nenek Rasminah

Kompas.com - 01/02/2012, 09:33 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan pembebasan Rasminah binti Rawan atau yang kerap disapa Nenek Rasminah (56) yang dituduh mencuri satu bungkus buntut sapi, piring, dan gelas di rumah majikannya, Siti Aisyah MR Soekarno Putri.

"Kita wajib menghormati pengadilan dengan putusannya. Namun, kalau ada putusan pengadilan yang terlalu memperkosa rasa keadilan masyarakat, saya pikir kita justru harus berjihad untuk melawannya," ujar salah seorang komisioner Komnas HAM, Saharudin Daming, Selasa (31/1/2012).

Kasus tersebut berawal dari putusan MA tanggal 31 Mei 2011, No. 653K/Pid.2011 yang membatalkan putusan PN Tangerang No. 1364/Pid.B/2010/PN. TNG tertanggal 22 Desember 2010 tentang Pembebasan Rasminah binti Rawan dari dakwaan JPU No 653K/Pid.2011. Selain dinyatakan bersalah mencuri dan dibebani biaya kasasi Rp 2.500, Rasminah juga diharuskan mengembalikan barang bukti kepada majikannya.

Keputusan tersebut dianggap Daming sama sekali tidak memenuhi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat dan terlalu bersifat eksploitatif. "Maaf kalau saya harus mengatakan bahwa pengadilan pada semua tingkatan dewasa ini sebagian telah dicekoki para bandit hukum yang rela mengorbankan rasa keadilan masyarakat demi gengsi sebuah tafsiran kerdil terhadap aturan hukum," paparnya.

Secara pribadi, Daming juga menegaskan dirinya akan menjadi orang pertama yang akan menyumbang piring jika ada pihak yang mengorganisasi aksi perlawanan rakyat terhadap putusan hakim tersebut. Pengadilan Negeri Tangerang sudah menerima salinan putusan Mahkamah Agung terhadap Rasminah.

Surat putusan itu berdasarkan rapat pemusyawaratan Mahkamah Agung pada Rabu (31 Mei 2011) dengan ketua majelis hakim Imam Harjadi serta hakim anggota HM Zaharuddin Utama. Salinan surat putusan itu ditandatangani Panitera Pidana Muda Machmud Rachimi.

Sejak 5 Juni 2010, Rasminah yang telah bekerja 10 tahun di rumah majikannya tersebut sudah mendekam di ruang tahanan Kepolisian Sektor Ciputat karena dituduh mencuri oleh majikannya. Selanjutnya, Rasminah itu dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Nasional
    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Nasional
    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com