Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Kasus Antasari Harus Besar Hati Tunjukan Kebenaran

Kompas.com - 13/09/2011, 20:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Maqdir Ismail, kuasa hukum Antasari Azhar, terpidana 18 tahun dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain, mengaku kecewa dengan keputusan jaksa penuntut umum yang menolak bukti baru yang diajukan pihaknya. Jaksa, menurut Maqdir, harus berbesar hati untuk menunjukkan mana yang tepat dan tidak tepat dalam mengungkap kebenaran kasus kliennya.

"Bagaimanapun, kan, penegakan hukum ini bukan hanya untuk perkara Pak Antasari. Jadi, apabila ada yang tidak tepat, ya, harus kita perbaiki ke depan. Jadi, itu sebenarnya kepentingan kita," ujar Maqdir seusai mengikuti sidang permohonan peninjauan kembali (PK) Antasari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/9/2011).

Dalam persidangan permohonan PK hari ini, jaksa penuntut umum menolak tiga bukti baru yang diajukan Antasari. Pihak JPU, yang diwakilkan oleh Jaksa Indra Hidayanto, mengatakan, bukti-bukti yang terdapat dalam memori PK yang diajukan Antasari bukan merupakan bukti baru. Menurut Maqdir, penolakan tersebut merupakan penafsiran yang salah.

Ia mencontohkan, perihal 28 foto yang dikatakan jaksa bukan merupakan bukti baru sebenarnya belum pernah dihadirkan dalam persidangan Antasari. "Memang sebelumnya foto-foto itu ada, dibuat oleh Abdul Mu'in Idris, tetapi dalam persidangan tidak pernah disampaikan. Nah, makanya, kami ajukan sebagai bukti baru. Memang dalam persidangan itu bukan bukti baru, tetapi dalam pemeriksaan persidangan kali ini adalah bukti baru," papar Maqdir.

Selain itu, Maqdir juga mengharapkan agar kepentingan saksi-saksi kasus tersebut harus dipertimbangkan dengan baik oleh jaksa. Menurutnya, pengakuan Rani Juliani tidak dipertimbangkan dengan baik oleh jaksa.

"Karena Rani, bagaimanapun, terlepas dari bagaimana hubungannya dengan almarhum dan apa yang dilakukannya sebelum perkawinannya dengan almarhum, itu dia punya kepentingan dalam perkara ini. Nah, ini, kan, artinya orang-orang ini, kan, punya kepentingan dalam perkara Antasari," kata Maqdir.

Oleh karena itu, lanjut Maqdir, pihaknya akan terus berupaya agar kebenaran dalam kasus kliennya terungkap. Ia menyatakan akan menghadirkan beberapa saksi, termasuk saksi-saksi ahli, untuk menunjukkan bahwa dalam proses peradilan Antasari memang cukup banyak hal yang harus diperbaiki.

"Apalagi kita sudah dengar bahwa Komisi Yudisial sudah memberikan rekomendasi untuk memberikan hukuman non-palu kepada tiga orang hakim itu karena mereka terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Ini seharusnya bisa jadi cermin bagi kita," kata Maqdir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

    Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

    Nasional
    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Nasional
    Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

    Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

    Nasional
    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Nasional
    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    Nasional
    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Nasional
    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

    Nasional
    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Nasional
    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Nasional
    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Nasional
    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Nasional
    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Nasional
    'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

    "Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com