Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Munir Menggantung, Pemerintah Diam

Kompas.com - 07/09/2011, 19:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR asal Fraksi PDI- Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, menyatakan, pemerintah memang menjadi kendala dalam penyelesaian kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib. Menurutnya, dalam kasus pembunuhan Munir, masih ada rantai yang terputus, tetapi masih dibiarkan.

"Tidak ada yang jelas siapa yang dihukum karena sejauh ini hanya Pollycarpus. Dan Polly pun dibawa ke peninjauan kembali (PK) karena data-data di pengadilan tidak membuktikan bahwa dia membunuhnya. Artinya pembunuhnya masih berkeliaran di sana," ujar Eva dalam acara peringatan tujuh tahun kematian Munir di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (7/9/2011).

Eva menuturkan, dalam menangani kasus tersebut, seharusnya beberapa alat penegak hukum pemerintah, seperti kepolisian, Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung, dapat bertanggung jawab karena kasus tersebut belum tuntas hingga kini. Bahkan, menurut Eva, Komnas HAM juga seharusnya dapat melakukan supervisi saat polisi menangani dan mengembangkan kasus tersebut.

"Sebenarnya kita dibuat terkejut karena, kok, hanya Polly? Dan, menurut saya, tidak mungkinlah karena Poly tidak mempunyai kepentingan apa pun dengan Munir, kok. Kalau, toh, dia menjadi alat, lalu siapa otaknya? Itu yang menjadi PR pemerintah saat ini," kata Eva.

Lebih lanjut, Eva mengatakan, mengenai masalah pelanggaran HAM, Komisi III DPR sudah berkali-kali meminta agar Presiden mendirikan pengadilan HAM ad hoc. Ia mengatakan, jika tidak ada pengadilan HAM ad hoc, Kejaksaan Agung tidak akan menindaklanjuti hasil pengadilan investigasi Komnas HAM.

"Kalau Presiden tidak ngapa-ngapain yang tetap saja menggantung artinya dan tidak mampu menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM termasuk kasus Munir. Jadi, bukan DPR tidak sensitif, tetapi rekomendasi-rekomendasi itu dimentahkan saja oleh pemerintah. Saya sangat setuju kalau pemerintah belum bisa memberikan keadilan kepada Munir," tuturnya.

Munir meninggal di pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanan dari Jakara ke Belanda pada 7 September 2004. Berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan pihak berwenang Belanda, Munir diracun dengan arsenik. Dalam kasus itu, Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang ikut serta dalam penerbangan Munir ke Belanda, dihukum 20 tahun penjara karena terbukti terlibat melakukan pembunuhan berencana.

Selain Pollycarpus, Muchdi Purwoprandjono pun pernah didakwa menjadi aktor pembunuhan Munir. Namun, pengadilan hingga tingkat kasasi memvonis bebas mantan Deputi V Badan Intelijen Negara tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com