Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syarifuddin Menolak Dikaitkan Vonis Agusrin

Kompas.com - 08/06/2011, 08:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim nonaktif Syarifuddin menolak jika kasus yang kini menjeratnya dikait-kaitkan dengan putusan vonis bebas Gubernur nonaktif Bengkulu, Agusrin Najamuddin, terdakwa kasus korupsi. Syarifuddin adalah hakim nonaktif Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjadi tersangka dugaan suap terkait penanganan kepailitan PT Skycamping Indonesia. Saat bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin merupakan ketua majelis hakim kasus Agusrin.

"Kok suap yang dituduhkan kepada saya makin melebar? Kok lari kepada pembebasan Agusrin? Sampai hari ini saya masih bertahan bahwa pembebasan Agusrin murni bebas," kata Syarifuddin seusai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Selasa (7/6/2011).

Syarifuddin juga mempertanyakan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang memublikasikan bahwa dia membebaskan sedikitnya 39 kasus korupsi. "Apakah LSM ICW melihat itu 39 perkara? Itu dua perkara. Bupatinya, sekdanya saya bebaskan serta anggota DPR yang aktif maupun tidak aktif saya bebaskan, kecuali kabag keuangannya. Itu bukan terkait 39 perkara" tukasnya.

Menurut Syarifuddin, tindakannya yang membebaskan sejumlah terdakwa kasus korupsi tidak dapat serta-merta disalahkan. "Salahkah saya seorang hakim membebaskan orang? Bahwa perkara yang diputus hakim sah-sah saja, sesuai dengan 191 KUHAP Ayat 1, jika perbuatan terdakwa terbukti, harus dibebaskan," ucapnya.

"Inilah yang nantinya membuat hakim takut memutus bebas dengan kasus saya seperti ini. Mudah-mudahan teman-teman hakim tidak terpengaruh dengan yang terjadi sekarang," kata Syarifuddin.

Saat ditanya soal uang Rp 250 juta yang diduga diberikan oleh kurator Puguh Wirayan, hakim pengawas di pengadilan niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut menyatakan, "Itu tuduhan suap. Itu makanya yang mau dibuktikan apakah suap atau bukan. Tunggulah prosesnya supaya bisa berjalan, jangan memfitnah saja," tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Syarifuddin dan Puguh sebagai tersangka dugaan suap penanganan perkara kepailitan PT Skycamping Indonesia (PT SCI). Syarifuddin dituduh menerima komisi senilai Rp 250 juta terkait penjualan aset PT SCI yang pailit sejak 2010. Penjualan aset PT SCI berupa tanah di Bekasi senilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar itu harus melalui persetujuan Syarifuddin selaku hakim pengawas.

Kemarin KPK memeriksa Syarifuddin dan Puguh. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya menanyakan sejumlah hal terkait penangkapan dan barang bukti kepada kedua tersangka. Juga menanyakan sejumlah mata uang asing yang ditemukan di rumah Syarifuddin. Dalam penggeledahan di rumah Syarifuddin, KPK menemukan uang 116.128 dollar AS, 245.000 dollar Singapura, 20.000 yen Jepang, 12.600 riel Kamboja, dan Rp 392 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

    Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

    Nasional
    Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

    Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

    Nasional
    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

    Nasional
    Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

    Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

    Nasional
    Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

    Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

    Nasional
    Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

    Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

    Nasional
    Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

    Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

    Nasional
    Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

    Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

    Nasional
    PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

    PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

    Nasional
    Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

    Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

    Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

    Nasional
    Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

    Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

    Nasional
    Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

    Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

    Nasional
    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    Nasional
    Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com