Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Tidak Ksatria, Pengecut

Kompas.com - 30/05/2011, 11:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut pihak-pihak yang menyebarkan SMS pada akhir pekan lalu, yang menyinggung dia dan Partai Demokrat sebagai orang yang pengecut, tidak ksatria, dan tidak bertanggung jawab. Perilaku seperti itu, kata Presiden, adalah perilaku yang menghancurkan bangsa Indonesia.

"Fitnah yang sungguh luar biasa menghina dan melecehkan pribadi saya. Dengan bahasa terang-benderang, saya katakan mereka itu tidak ksatria, pengecut, tidak bertanggung jawab karena tidak menampakkan dirinya. Kepada mereka-mereka itu, saya sampaikan jangan biasakan menyebar racun fitnah. Mari secara ksatria kita berhadapan demi hukum, demi keadilan," ungkap Presiden dalam keterangan pers sebelum melakukan kunjungan kerja ke Pontianak di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (30/5/2011).

Seperti diberitakan, akhir pekan kemarin, sebuah SMS yang disebut-sebut dikirim oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dari Singapura beredar secara berantai. Pesan itu juga tersebar melalui jejaring BlackBerry Messanger dan situs jejaring sosial Twitter. Dalam pesan yang disebut dikirim dari sebuah nomor di Singapura itu dikatakan, Nazaruddin kecewa dan mengancam akan membongkar sejumlah kasus yang disebut melibatkan Partai Demokrat. SMS itu juga menyinggung pribadi Presiden Yudhoyono.

"Fitnah itu seribu persen tidak mengandung kebenaran. Katanya ada megaskandal Century. Itu lagi, itu lagi. Disebutkan ada tindakan saya yang tidak terpuji. Ada lagi dikatakan Partai Demokrat mempunyai tabungan Rp 47 triliun. Dan, bagi orang itu (yang menyebarkan SMS) Partai Demokrat yang harus menjelaskan. Siapa yang menuduh, siapa yang menjelaskan? Dan, lebih banyak lagi. Naudzubillahimindzalik," ucapnya.

Presiden mengungkapkan, selama enam tahun memimpin negeri ini, ia telah menerima ratusan fitnah. Menghadapi kabar tak benar itu, ia mengaku memilih diam dan terus bekerja. "Namun, satu dua kali manakala fitnah itu sungguh sangat keterlaluan, demi nama baik, demi kebenaran dan keadilan, dan merupakan hak saya, saya perlu menyampaikan penjelasan kepada rakyat," katanya.

Lebih lanjut, Presiden menyatakan, pernyataannya ini bisa jadi mewakili semua orang di negeri ini yang pernah menerima fitnah, tetapi tidak memiliki ruang untuk menyampaikan luka dan sakit hatinya. Ia menyerukan kepada orang-orang yang suka menyebarkan fitnah untuk menghentikan perilaku yang disebutnya tidak terpuji itu.

"Saya tidak menerima cara-cara seperti itu terus terjadi di negeri ini. Saya menyeru jangan diteruskan cara-cara seperti ini. Sekaligus, saya menyeru kepada mereka yang kena fitnah agar dapat menggunakan hak-haknya yang dijamin secara hukum," ujarnya. 

Kepala negara menambahkan, "Saya ingin menyeru kepada seluruh rakyat Indonesia, jangan negeri dan Tanah Air ini jadi lautan fitnah, tidak mencerdaskan kehidupan bangsa, yang terjadi adalah sebaliknya. Mari kita jadi bangsa yang benar-benar beradab. Justru sekarang ini adalah saatnya kita menyatukan langkah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com